Featured Article

Minggu, 31 Oktober 2010

Tujuh Kiat Tinggalkan Maksiat

Bahkan di saat istirahat dan di tempat yang kita anggap aman dari gangguan mata, masih saja ada kesempatan bermaksiat


“Tiada hari tanpa maksiat”, kata ini mungkin lebih tepat untuk suasana hidup di zaman ini. Di kantor, di kampus, di jalan, bahkan di rumah sendiri, fasilitas maksiat tersedia.


Di kantor, godaan maksiat ada di mana-mana. Teman, orang luar, bahkan diri sendiri. Jika tidak karena iman, bukan mustahil akan mudah bermaksiat di hadapan Allah baik dengan terang-terangan atau tersembunyi. Kesempatan terbuka luas. Jadi kasis kita bisa memanipulasi uang, jadi pemasaran kita bisa memanipulasi dan korupsi waktu.

Televisi kita 24 jam menyediakan tontonan penuh fitnah dan umbar aurat. Bahkan di saat istirahat dan di tempat yang kita anggap aman dari gangguan mata, masih saja ada kesempatan bermaksiat.

Memang, meninggalkan maksiat adalah pekerjaan yang tidak ringan. Ia lebih berat daripada mengerjakan taat (menjalankan yang diperintah oleh Allah dan Rasul-Nya), karena mengerjakan taat disukai oleh setiap orang, tetapi meninggalkan syahwat (maksiat) hanya dapat dilaksanakan oleh para siddiqin (orang-orang yang benar, orang-orang yang terbimbing hatinya).

Terkait dengan hal tersebut Rasulullah Sallallahu aalaihi wa sallam. bersabda: "Orang yang berhijrah dengan sebenarnya ialah orang yang berhijrah dari kejahatan. Dan mujahid yang sebenarnya ialah orang yang memerangi hawa nafsunya."

Apabila seseorang menjalankan sesuatu tindak maksiat, maka sebenarnya ia melakukan maksiat itu dengan menggunakan anggota badannya. Orang yang seperti ini sejatinya telah menyalahgunakan nikmat anggota tubuh yang telah dianugerahkan Allah pada dirinya. Dalam bahasa lain dapat dikatakan, ia telah berkhianat atas amanah yang telah diberikan kepadanya.

Setiap kita berkuasa penuh atas anggota tubuh kita, pikiran dan jiwa kita. Akan tetapi, terkadang, kita begitu susah menggendalikan apa yang menjadi ‘milik kita’ itu. Tangan, mata, kaki dan anggota tubuh yang lain, kerap bergerak diluar kendali diri, yang tak jarang bertentangan dengan idealisme atau nilai-nilai keyakinan yang kita anut dan kita yakini. Padahal, rekuk relung kalbu kita bersaksi bahwa semua anggota tubuh itu, kelak akan menjadi saksi atas segala perbuatan kita di Padang Mahsyar.

Firman Allah SWT : "Pada hari ini (Kiamat) Kami tutup mulut-mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksian lah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka lakukan (di dunia dahulu)." (Yassin: 65).

Bagaimana agar kita selamat dari maksiat?

Di bawah ini beberapa ikhtiar, yang bila dijalankan secara sungguh-sungguh, insya Allah membawa faedah.

1. Menjaga Mata

Peliharalah mata dari menyaksikan pemandangan yang diharamkan oleh Allah SWT seperti melihat perempuan yang bukan mahram. Hindari, atau minimal kurangi-- untuk pelan-pelan tinggalkan sejauh-jauhnya-- melihat gambar-gambar yang dapat membangkitkan hawa nafsu. Termasuk menjaga mata, janganlah memandang orang lain dengan pandangan yang rendah(sebelah mata/menghina) dan melihat keaiban orang lain.

2. Menjaga Telinga

Menjaga telinga dari mendengar perkataan yang tidak berguna seperti: ungkapan-ungkapan mesum/kotor/jahat. Poin kesatu dan kedua ini menjadi tidak mudah di saat di mana gosip telah menjadi komuditas ekonomi. Gosip telah menjadi kejahatan berjamaah yang dianggap hal yang lumrah dilakukan, dan wajib ditonton dan disimak. Kehadirannya disokong dana yang tidak sedikit, dimanajeri, ada penulis skenarionya, ada kepala produksinya, ada reporternya dan seterusnya.

Rasulullah S.A.W. bersabda : "Sesungguhnya orang yang mendengar (seseorang yang mengumpat orang lain) adalah bersekutu (di dalam dosa)dengan orang yang berkata itu. Dan dia juga dikira salah seorang daripada dua orang yang mengumpat."

Oleh karenanya, menjaga mata-telinga adalah pekerjaan yang memerlukan energi dan kesungguhan yang kuat dan gigih.

3.Menjaga Lidah

Lidah adalah anggota tubuh tanpa tulang yang kerap mengantarkan pada perkara-perkara besar. Kehancuran rumah tangga, pertengkaran sahabat karib, hingga peperangan antar negara, dapat dipicu dari sepotong daging kecil di celah mulut kita ini.

Rasulullah Saw. bersabda : “Kebanyakan dosa anak Adam karena lidahnya.” (Riwayat Athabrani dan Al Baihaqi)

Jagalah lidah dari perkara-perkara seperti berbohong, ingkar janji, mengumpat, bertengkar / berdebat / membantah perkataan orang lain, memuji diri sendiri, melaknat(mncela) makhluk Allah, mendoakan celaka bagi orang lain dan bergurau( yang mengandung memperolok atau mengejek) orang lain.

4. Menjaga Perut

Yang hendaknya selalu di ingat: perut kita bukan tong sampah! Input yang masuk ke dalam perut akan berpengaruh langsung/tidak langsung terhadap tingkah laku/sikap/tindakan kita. Karenanya, peliharalah perut dari makanan yang haram atau yang syubahat. Sekalipun halal, hindari memakannya secara berlebihan. Sebab hal itu akan menumpulkan pikiran dan hati nurani. Obesitas (kelebihan berat badan) adalah penyakit modern sebagai akibat lain dari tidak terkontrolnya urusan perut.

5. Menjaga Kemaluan

Kendalikan sekuat daya dorongan melakukan apa-apa yang diharam kan oleh Allah SWT. Firman Allah-Nya:"Dan mereka yang selalu menjaga kemaluan mereka, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau apa-apa yang mereka miliki (daripada hamba jariah) maka mereka tidak tercela." (Al Mukminun: 5-6)

6.Menjaga Dua Tangan

Kendalikan kedua tangan dari melukai seseorang (kecuali dengan cara hak seperti berperang, atau melakukan balasan yang setimpal). Katakan “stop”, pada tangan, ketika akan bertindak sesuatu yang diharamkan, atau menyakiti makhluk Allah, atau menulis sesuatu yang diharamkan atau menyakiti perasaan orang lain.

7.Menjaga Dua Kaki

Memelihara kedua kaki dari berjalan ke tempat yang diharamkan atau berjalan menuju kelompok orang atau penguasa yang zalim tanpa ada alasan darurat karena sikap dan tindakan itu dianggap menghormati kezaliman mereka, sedangkan Allah menyuruh kita berpaling dari orang yang zalim.

Firman Allah SWT. : "Dan jangan kamu cenderung hati kepada orang yang zalim, nanti kamu akan disentuh oleh api neraka." (Hud: 113)

Pintu-pintu bagi masuknya maksiat terbuka lebar pada ketujuh anggota tubuh di atas. Pun kunci-kuncinya ada dalam genggaman tangan kita untuk membendungnya. Jadi, semua kembali kepada manusianya. Tentu hamba Allah yang cerdik, adalah mereka yang mempergunakan amanah tubuh untuk senantiasa berjalan di atas rel keridhaan-Nya.

Akhirul kalam, ada sebuah hadits Nabi mengatakan, “Barangsiapa meninggalkan maksiat terhadap Allah karena takut kepada Allah, maka ia akan mendapatkan keridhaan-Nya.” (Riwayat Abu Ya’li). Nah, bagaimana dengan kita?... hidayatullah.com

Tangan Mulia

Sesosok tubuh tergolek di atas trotoar tanpa alas. Ia seorang lelaki dengan tubuh tanpa tangan dan kaki.
Sorot matanya menghiba berharap belas kasih pada setiap yang berlalu lalang di depannya. Di dekat tubuhnya yang kurus teronggok sebuah gelas plastik untuk menampung rasa peduli dari orang-orang yang tersentuh nuraninya.


Salsabila memandangi lama sosok pengemis cacat itu. Matanya sendu lalu ia mendongakkan kepalanya sambil berkata, “Bunda, aku ingin punya tangan mulia.”

“Kautsar juga mau punya tangan mulia!” seru Kautsar tiba-tiba. Rupanya, ia pun memperhatikan pengemis itu.

Segera ia minta ijin mengambil uang dari dompet Bunda, disusul adiknya. Saya mengiyakan sambil menatap wajah anak-anak itu. Terpancar rona bahagia di wajah polos mereka saat mengulurkan tangan menyerahkan sebentuk cinta pada pengemis tersebut.

Sepanjang menyusuri trotoar yang penuh pedagang jalanan, perhatian mereka tak lagi tertuju pada berbagai macam mainan. Kini mata mereka sibuk mencari-cari para pengemis yang terkadang mereka temukan diantara para pedagang jalanan itu. Bila mereka menemukan yang dicari, segera berlari menghampiri saya untuk mengambil uang dan kembali berlari menuju pengemis yang mereka temukan. Sambil berteriak gembira, “Aku mau tanganku mulia... aku mau disayang Allah!”

Sungguh tak terpikirkan sebelumnya ternyata mereka masih mengingat apa yang saya sampaikan tentang “tangan mulia- tangan yang disayang Allah” saat mereka sedang menyusuri Mueller Strasse, sebuah ruas jalan menuju toko Asia di kawasan Wedding, Berlin. Saat itu anak-anak melihat di beberapa tempat ada orang yang duduk sambil menengadahkan topi atau tangan mereka.

****

“Bunda, sedang apa orang itu?” tanya Kautsar ketika melihat seorang lelaki dengan penampilan funky duduk bersila di bagian luar swalayan Rossman yang bersebelahan dengan Vinh-Loi, sebuah swalayan yang menjual berbagai keperluan pangan dari Asia. Di sebelah kiri lelaki bermata kelabu itu duduk seekor anjing yang kelihatannya garang. Lelaki tersebut tampaknya masih muda dan fisiknya kelihatan sehat hanya saja ia terlihat lusuh dan sesekali tangannya menengadah saat orang lewat di hadapannya.

Di tempat yang tak jauh dari lelaki itu duduk seorang wanita muda membawa seorang balita. Ia bersandar pada tembok tempat keluar masuk orang yang menggunakan kereta bawah tanah. Ia melakukan hal yang sama dengan lelaki muda yang funky itu, menengadahkan tangan!

“Bunda, kenapa orang itu duduk di sana dan tangannya seperti itu?” Kautsar mengulangi pertanyaannya.

Sejenak saya terdiam, memikirkan kalimat yang hendak diucapkan agar mudah dimengertinya tentang untaian kalimat yang diucapkan lisan mulia kekasih Allah, Rasulullah yang diriwayatkan Muslim “Alyadul 'ulyaa khoirum minal yadis sufla, walyadul 'ulyaa hiyal munfiqatu,walyadus sufla hiyas saailah - Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah. Tangan di atas adalah tangan yang memberi, sedangkan tangan di bawah adalah tangan yang meminta”.

“Orang-orang itu tangannya selalu ditengadahkan supaya tangan kita menjadi tangan mulia. Tangan mulia itu tangan yang selalu memberi pertolongan,misalnya membagi uang yang kita punya kepada orang yang membutuhkan. Allah sayang sama orang yang tangannya mulia,” urai saya.

“Nah, ... sekarang Bunda ingin tahu, Kautsar dan Salsabila mau tidak punya tangan mulia, tangan yang yang disayang Allah?” saya mencoba memancing respon mereka.

“Mau...mau...mau!” Kautsar dan Salsabila serempak menjawab. Dengan segera mereka berlarian menghampiri para pengemis itu setelah sebelumnya saya bekali beberapa koin. Meskipun nyali mereka sempat ciut saat akan mendekati lelaki funky bersama anjingnya. Namun ternyata semangat untuk mempunyai tangan mulia tak menyurutkan niat mereka mencemplungkan koin ke dalam wadah uang yang telah disediakan lelaki itu. Hal yang sama, mereka lakukan pula pada wanita bersama balita yang digendongnya.

***
Dan kini, di tempat yang berbeda, anak-anak itu melihat lagi ada tangan-tangan menengadah menanti uluran tangan-tangan mulia. Kepolosan tingkah anak dan masih jernihnya warna hati mereka, membuat mereka mudah tersentuh melihat orang-orang yang menderita. Penuh semangat mengharap tangannya menjadi tangan mulia-tangan yang disayang Allah. Sehingga anak-anak itu terus berlarian sepanjang trotoar mencari tangan-tangan yang akan membuat tangan mereka menjadi mulia.

Saat mengawasi mereka dari kejauhan, terlintas dalam pikiran saya arti dari firman yang Maha Pengasih-Penyayang...

“Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, akan dilipatgandakan (balasannya) bagi mereka, dan mereka akan mendapat pahala yang mulia.” (QS. Al-Hadid: 18)

“Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 261).

Banyak tercantum dalam al-Quran ayat-ayat dimana Allah memberitahukan kabar gembira sebagai balasan bagi orang-orang yang tangannya mulia. Tapi entah kenapa tangan-tangan mulia ini tak mudah ada pada setiap orang? Kenapa selalu ada rasa enggan, berat hati dan mencari-cari dalih atau pembenaran untuk tidak berbagi rezeki walaupun sekedar recehan?

Padahal Allah juga telah memperingatkan pada kita dengan firmannya “Kamu sekali-kali tidak sampai pada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya”(QS.3:92).

Andai orang-orang dewasa memiliki jiwa peka dan semangat memiliki tangan mulia, akankah masih ada orang-orang di jalanan menanti belas kasih kita? akankah masih ada bayi-bayi kekurangan gizi dan anak-anak busung lapar yang tergolek lemas di rumah sakit menanti pertolongan? akankah masih ada erangan menahan sakit dan lapar dari gubuk-gubuk reyot di balik gedung-gedung pencakar langit? akankah masih ada anak-anak yang bunuh diri karena malu tak mampu membayar uang sekolah? Akankah...” Ah, tak mampu lagi saya dengarkan tanya yang memenuhi dan menyesak di ruang hati.

***
Semoga bencana yang bertubi-tubi melanda negeri kita, menjadi sebuah kesempatan bagi kita untuk mengasah hati agar lebih peduli pada sesama dan sebagai tarbiyah bagi jiwa kita untuk memperbaiki kualitas diri menjadi lebih baik untuk dapat meraih derajat taqwa.

Apa yang engkau keluarkan tidaklah hilang di sisi Allah - Kartu Ucapan IslamiApa yang engkau keluarkan tidaklah hilang di sisi Allah - Kartu Ucapan Islami

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (QS.Al-Baqarah:177)

Saat Kematangan Usia

Memasuki umur 23 tahun mungkin bagi sebagian orang memang masih sangat muda. Saat usia ini kebanyakan wanita masih sibuk dalam merentas karir dan menuntut ilmu setinggi-tingginya. Begitu juga impian ku ingin tetap punya prestasi akademik yang semakin memantapkan karir juga kedudukanku di masyarakat. Prestasi akademik menjadi begitu penting membuatku kembali mendaftarkan diri di sebuah universitas swasta melanjutkan langkahku menempuh pendidikan.


Mulai kembali mengirimkan lamaran-lamaran pekerjaan baru karena ingin pengalaman-pengalaman baru. Membuka diri kembali pada dunia luar setelah sekian lama menjadi karyawan tetap dan duduk manis dihadapan komputer setiap hari. Aku ingin segera berubah, mengekspansi hidupku sendiri. Mulai mengumpulkan serpihan semangat menjadi tekad kuat aku harus mampu mewujudkan semua impianku. Tapi tiba-tiba ada rasa aneh dalam diri sebuah keinginan muncul tiba-tiba mengalahkan semua asa juga impian sebuah target masa depan yang ku ingin wujudkan sekarang. Menikah...

Aku ingin segera menikah. Rasanya tiba-tiba keinginan ini menjadi begitu besar mengalahkan keinginanku untuk tetap bekerja dan kuliah. Iri juga bingung bercampur aduk dalam diri. Melihat teman-teman tetap bisa berkarya walaupun telah menjadi ibu rumah tangga. Menikah juga punya suami bukan halangan bagi mereka untuk berkarir maupun menuntut ilmu. Justru keberadaan suami merupakan dukungan semangat terbesar yang semakin membuat impian lebih mudah untuk diwujudkan.

Dengan segala do’a juga ikhtiar aku mulai menata hati juga memperbaiki diri. Malam-malam kulalui dengan airmata kerinduan kepada Illahi Rabbi. Ya Rabb... Hamba ingin menikah. Kirimkanlah laki-laki shaleh yang mencintai-Mu. Seorang aktivis dakwah yang terus berkarya dan berjuang meneggakkan Khilafah Islamiyah.

Mulai memberikan pemahaman kepada keluarga juga orang tua tentang arti pernikahan islami tanpa pacaran. Karena orang tua selalu menanyakan kenapa ya engga pernah bawa pacar kerumah. Mulai menunjukan kesiapan diri juga niat yang kuat. Aku siap menjadi seorang istri dan menjadi Ibu. Mulai memutar arah impian juga tekad ku. Aku ingin menjadi istri juga ibu yang produktif tetap bisa berkarya, bekerja dan menuntut ilmu.

Senang rasanya melihat ibu begitu semangat membantu memberi semangat dan do’a yang tiada henti akan niat juga impianku untuk punya suami. Ibu memang sudah mengharapkan sejak lama betapun tingginya pendidikan, suksesnya karir, Ibu tetap ingin aku menjadi ibu seperti dirinya. Menyerahkan sepenuhnya keinginanku dalam memilih pendamping. Kriteria ibu cuma satu. Laki-laki sholeh. Apapun pendidikan dan pekerjaannya asalkan dia sholeh juga sayang padaku juga pada Ibu maka boleh menjadi menantu baru dalam keluarga kecil kami.

Rasulullah bersabda “ Barang siapa yang menikahkan ( putrinya ) karena silau akan kekayaan lelaki meskipun buruk agama dan akhlaknya, maka tidak akan pernah diberkahi–Nya, siapa yang menikahi seorang wanita karena kedudukannya, maka Allah akan menambah kehinaan kepadanya, siapa yang yang menikahinya karena kekayaan, Allah hanya akan memberinya kemiskinan, siapa yang menikahinya hanya karena ingin menjaga pandangan dan nafsunya atau karena ingin mempererat kasih sayang, Allah akan senantiasa memberikan barakah dan menambah kebarakahan itu kepadanya”. ( HR. Tabrani )

“Apabila datang laki-laki yang kalian ridha agama dan akhlaknya (untuk meminang), maka nikahkanlah ia. Bila tidak kalian lakukan akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang meluas.” (HR Ahmad & At Tirmidzi)

“Nikahkanlah ia dengan orang yang bertaqwa kepada Allah, Sebab jika laki-laki itu mencintainya, ia pasti memuliakannya, dan jika tidak mencintainya ia tak akan pernah menzhalimi dan menyakitinya.” (Al Hasan ibn Ali’, Radhiyallu ‘Anhu)

Kutuliskan kata-kata penuh makna mengawali langkahku memilih pendamping. Saat kumenuliskannya ada rasa bahagia juga haru dan airmata. Rasanya baru kali ini aku menulis sesuatu hingga hati bergetar hebat. Menuliskan biodata, profil diri, tujuan menikah dan niat ketika memilih pendamping. Tulisan ini adalah babak baru dalam hidupku. Menikah tanpa pacaran. Sebuah proses ta’aruf yang begitu bermakna bagi proses pernikahan islami.

Menuliskan profil diri dengan begitu jujur, polos dan apa adanya. Lengkap mengenai diriku, aktivitas, pekerjaan, dan kondisi keluarga. Akupun menuliskan tujuan utama ketika memutuskan ingin menikah :

1. Menikah merupakan Ibadah yang Allah perintahkan dan Rasullullah contohkan
2. Dengan jalan menikahlah kita manusia dapat mewujudkan keluarga dan generasi muslim menuju masyarakat yang islami.
3. Menikah merupakan salah satu cara memelihara kehormatan dan menghindarkan diri dari perbuatan maksiat.
4. Dengan menikah kita dapat memperluas silaturahhim dan kekerabatan karena menikah tidak sekedar menyatukan dua jiwa tetapi menyatukan dua takdir yang berbeda bukan untuk menjadi yang kita mau tetapi menjadi yang Allah inginkan. Karena hidup kita adalah bagian dari dakwah maka untuk mewujudkan perjuangan itulah dibutuhkan partner yang bisa dijadikan imam yang shaleh yang dapat membawa ke syurga, senantiasa mengingatkan ketika lupa, dan menguatkan ketika lemah. (amin)

Meluruskan niat dan mensucikan hati ketika niat dalam memilih pendamping. Setiap orang pasti menginginkan memiliki pendamping hidup yang shaleh, yang baik yang bisa dijadikan pemimpin dalam keluarga yang senantiasa mengajak dalam kebaikan dan menunjukkan jalan ke syurga begitu juga denganku.

Bagiku seorang suami bukan sekedar kepala keluarga tapi ia bisa menjadi kakak, sahabat dan partner dalam menjalankan biduk rumah tangga, yang mau mendengar dan saling mengerti, yang saling mendukung ketika sedang berjuang dan berdakwah (karena kian bening hati kian peka terhadap ladang dakwah dan amal. Mudah berbuat kebaikan maka kita akan merasa bahwa rizki terbesar kita bukanlah sesuatu yang didapatkan melainkan amal yang dilakukan), menegur dengan lembut ketika ada kesalahan dan memaafkan ketika gagal, selalu belajar dan menerapkan arti sebuah keikhlasan.

Aku tidak mencari seorang suami yang sempurna, bukan sekedar pintar tapi mau berusaha belajar, tak mampu tapi berusaha membantu, tak suka tapi berusaha menghargai dan tak sabar tapi terus berusaha untuk lapang dada karena iman adalah kesabaran dan kelapangan dada. (begitu juga denganku).

Karena keluarga adalah gambaran kecil sebuah masyarakat maka aku berharap suamiku nanti tidak sekedar mencari nafkah apalagi jika sudah memiliki anak, aku ingin ia bisa menjadi partner dalam mendidik anak, pada dasarnya tanggung jawab pendidikan adalah tanggung jawab bersama, seorang anak sangat membutuhkan figur seorang ayah terutama diusia keemasaannya yang sangat mempengaruhi psikologi perkembangannya, dan aku tidak ingin kesibukkan orangtua dalam berdakwah atau bekerja melalaikan tugas untuk mendidik anak. Anak adalah titipan Allah dan menjadi kewajiban bagi yang dititipkan untuk mendidiknya dengan baik dan penuh kasih sayang, adalah sebuah kebahagiaan jika nanti memiliki anak-anak yang shaleh/ah karena anak yang shaleh/ah dapat mengantarkan orangtuanya ke syurga dan mereka adalah generasi yang akan meneruskan dakwah ini.

Intinya orangtua saling bahu membahu dan bekerjasama dalam memberikan pendidikan terhadap anak-anaknya, bukan sekedar mengejar kecerdasan akademis tetapi juga menanamkan kecerdasan akhlak, dan sosial.

Mudah – mudahan apa yang menjadi harapan dan cita-cita dapat Allah kabulkan dan semoga Allah meridhai setiap ikhtiar yang dijalani (Amin).

“... Dan wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk wanita yang baik.... “ (Annur ayat 26)

Sosok Bapak Tercinta

Eramuslim.com- Beliau tak banyak bicara, namun jika mulai bercerita, pasti sulit menyudahinya. Wajahnya tampak sangar, kata teman-temanku. Namun jika beliau melempar senyum, maka keramahan yang tulus terpancar jelas di matanya. Penampilan beliau sangat necis, rapi sekali, sepatu tanpa debu, celana panjangnya mulus selalu, seperti usai disetrika. Yah, bapak yang sangat “dekat” denganku, sangat menjaga dan memperhatikan putra-putrinya. Salut dan bangga kami, bersyukur padaNYA yang mengirimkan kami seorang bapak sehebat beliau.


Kalian pasti tak tau bahwa di balik penampilan necisnya, beliau sangat mandiri. Celana mulus dan rapinya terkadang disetrika sendiri. Kemeja dan celana beliau selalu awet, tidak kusam, tidak kusut, tampak seperti baru walaupun sudah puluhan tahun dipakai. Bapak sering merendam pakaian sendiri, mencuci, mengangkat jemuran, menyetrika, bahkan memasak sendiri, padahal dinas kerjanya “shift-shift-an”, kadang pagi, sore ataupun malam, pasti lelah! Subhanalloh… Hal tersebut dilakukan beliau karena tergugah rasa hatinya untuk membantu sang istri yang saat itu memiliki anak-anak kecil dan bayi-bayi, enam putra-putri. Tetangga kanan kiri terbiasa melihat beliau menyapu teras, mengelap jendela atau sepeda motornya, juga membersihkan halaman, kadang-kadang bersama sang istri, mesra sekali bekerja sama saat berbenah seperti itu.

Kemudian ketika anak-anak sudah lumayan besar, barulah bapak mengajarkan mereka perlahan, Saya dan kakak diajarkan menyapu, mencuci piring, menyetrika dengan baik, dan pekerjaan rumah lainnya oleh beliau. Khususnya Saya yang hampir bontot, serta dijuluki si tangan pena gara-gara lebih rapi kalau menulis dibandingkan saat melipat pakaian atau urusan dapur, bapak mengajarkan ilmu “nyuci-nyetrika” saat Saya mulai masuk kuliah, pertama kalinya berpisah jauh dengan orang tua. Sejak kecil kala menerima raport dengan nilai terbaik sebagai juara, yang mengambil raport adalah ibuku sebab bapak sedang dinas. Namun yang namanya lebih beken adalah bapakku, sebab memang di kompleks perumahan kami, berita lebih cepat terdengar melalui bapak-bapak, yang satu shift kerja, satu tim olahraga, atau satu tim ronda.

Saya masih ingat, bapak sering memandikan anak-anaknya, terutama sore hari, kala ibu menyiapkan kudapan teh sore. Kemudian ketika kami satu persatu mulai lebih sibuk, kakak kuliah, ada yang s-m-a, s-m-p, Saya yang masih SD sering dijemput pulang sekolah. Ketika beliau sibuk menjemput kakak-kakak lainnya, Saya disuruh bersepeda ke sekolah dengan menyemangati bahwa olahraga sepeda sangat menyehatkan. Beliau nasehati untuk bersepeda bareng dengan tetanggaku yang satu sekolah. Kalau sepeda rusak, “mang Otong” sebagai mantan sopir beliau (yang berubah posisi menjadi pengayuh becak) akan menjemput Saya ataupun kakak lainnya. Berjalan kaki sering, terutama di siang hari. Bapak sangat protektif terhadap anak-anaknya, terutama empat putrinya. Jika kami pulang les atau ekskul namun hari menjelang maghrib, bapak dan ibu sudah menanti di depan pintu, sungguh perhatian mereka sangat besar dan mengharukan.

Makanya saya heran dengan remaja sekarang, kenapa mudah sekali bepergian di malam hari sendirian, dan jika orang tua menasehati, dikira “over-proteksi”. Saya pernah saling curhat dengan guru sekolah, guruku yang ramah dan baik hati, beliau berkisah bahwa papanya selalu mengantar-jemput sampai beliau lulus kuliah! Beliau harus melampirkan jadwal kuliah dan jadwal harian lainnya di rumah agar papa dan mamanya tau, dan jika pulang terlambat, akan dimarahi habis-habisan. Namun guruku ini sangat bersyukur, beliau mengerti kekhawatiran orang tuanya, apalagi dia berada di kota yang terkenal dengan istilah umum, “ayam kampus”. Sehingga beliau pun menasehati untuk banyak bersyukur karena memiliki orang tua yang penuh perhatian.

Untunglah bapakku tak segarang itu, bahkan marah pun jarang. Kalau beliau marah, pasti diam. Dan diamnya itu sangat mengerikan buat kami, seolah berkata “silakan urus diri kalian masing-masing”. Tentulah kami menjadi sangat segan padanya, tidak ingin membuaatnya marah atau terluka.

Setiap hari pulang kerja, bapak membawa telur rebus (direbus saat senggang di kantornya) dan susu UHT buatku dan adik. Kalau di antara kami sakit dan harus dirawat di rumah sakit, bapak yang sibuk mondar-mandir antara rumah dan rumah sakit, beliau meminta ibuku yang menjaga di rumah sakit, sedangkan urusan rumah, beliau yang mengambil alih, subhanalloh, rumah kami tetap bersih dan rapi, padahal tentulah lelah usai beliau bekerja seharian.

Selanjutnya tatkala 13 tahun lalu beliau bingung dengan kegigihanku ingin menggunakan hijab, namun beberapa bulan sebelum awal masuk sekolah yang baru, Bapak memberikan dana kepada ibuku, “belilah pakaian seragam baru dan kerudung seperti yang anakmu inginkan…”. Dugaanku, sahabat-sahabat beliau memberikan saran yang baik tentang ini.

Suatu peristiwa yang membuat bapak “mendiamkan Saya”, saat awal kuliah semester dua, Saya malah minta izin buat ujian SPMB lagi tahun berikutnya dan untuk menikah di usia yang baginya sangat belia. Saya dikira mengalami gangguan jiwa apalagi calon suami adalah mahasiswa berbeda pulau, berbeda latar belakang, ‘maisyah’ seorang mahasiswa tentulah tak seberapa. Bapak marah besar. Sikap beliau merasa seolah “ ada apa ini ? sehebat apa sih mahasiswa itu sehingga kamu ingin menikah padahal Bapak kan memenuhi semua keperluanmu”. Benar. Bergulirnya waktu di tahap khitbah itu, saat bapak masih syok dan belum sepenuhnya ikhlas, malah beliau perlahan mengajariku berbagai pekerjaan rumah tangga lainnya, “sulit lho… ngurus suami, ngurus kuliah, ngurus anak pula…”, Saya melihat sikap beliau berusaha tegar. Dan mamandaku bercerita, “malam itu bapak menangis seraya berkata,’Saya sulit melepas anak perempuanku’…”. Di saat super sedihnya itu, beliau masih menyiapkan bekal cincin emas buat simpananku.

Atas kebesaran Allah SWT, Dia Sang Penjaga Hati setiap insan, selalu menjaga kemudahan dan kelancaran rumah tangga kami, yang mana dalam hitungan satu tahun pertama adanya puncak kesulitan mengatur emosi, memahami satu sama lain, serta menata jadwal perkuliahan dengan urusan rumah tangga yang saat itu memiliki si sulung Azzam yang baru lahir. Tatkala awal kelahiran si sulung, Bapak menggendongnya, seraya berbisik, “utamakan keluarga… suami dan anak-anakmu harus didahulukan daripada kuliahmu itu,” nada suaranya menasehati bercampur sedikit kecewa.

Namun tahun selanjutnya, semakin penuh senyum wajahnya melihat kesungguhan kami melalui tangga-tangga kehidupan berumah tangga. Saya kembali menikmati canda dan tawa bersama beliau, bersama motor kesayangannya, bersama menikmati pempek atau martabak kesukaan kami, apalagi beliau makin menjadi sosok bapak yang sholeh, 5 tahun lalu bapak dan ibu telah menunaikan rukun Islam yang kelima, dan awal tahun lalu kami berlibur ke negara tetangga, di suatu pulau yang dikelilingi pantai seraya menyambut cucu kesembilan baginya, yang baru kulahirkan. Suatu malam sebelum berangkat ke acara wisudaku, ibuku kembali berkata, “bapak menangis… (lagi)”. Dulu tangisnya mungkin merupakan kebingungan dan berkecamuk rasa kecewa padaku, namun tangis yang satu ini adalah tangis kebahagiaan, serta rasa syukur kepadaNya, “ternyata kamu memang anak wanita yang tetap bapak banggakan, pilihanmu dulu adalah jalan yang terbaik, malah merupakan petunjuk dan pelajaran buat orang tua,” seraya beliau panjang lebar memujiku dan suamiku atas tekad dan semangat juang dalam rumah tangga muda ini.

Suamiku yang sering menggoda, “kamu anak bapak banget…”, ternyata juga mengacungi jempol untuk bapak, “sekarang aku malah malu sekali kalau ingat kisah dulu, aku tau banget perasaan seorang bapak saat sekarang sudah jadi bapak. Dulu koq aku berani banget melamar kamu, padahal masih mahasiswa, cuma jagain lab plus ngajar privat doank, ehhh…trus sok dewasa bilang ‘atas nama Allah’ Saya akan jaga anak bapak…ckckck…untunglah punya bapak yang pemaaf dan selalu optimis, ya mi… aku mungkin tidak sehebat bapakmu, mi… Kata bapak, semasa anak-anaknya balita, kalau susah BAB(buang air besar), maka bapak sendiri yang melakukan cara manual (maaf, mengisap bagian anus agar ada reaksi ingin BAB, maksudnya begitu), kalau anak-anaknya ingusan/pilek, bapak menghisap ingus tersebut sampai benar-benar bersih, kalau anak-anaknya terluka, bapak isap juga darah tersebut lalu beliau meludah, barulah ditutup dengan obat luka. Kalau aku,mungkin masih merasa jijik melakukan itu, mi… sorry… “, urainya. Duhai Bapak tercinta, terima kasih banyak atas dukunganmu di saat orang lain tidak mendukung kami...

Dalam sebuah hadits Al-Bukhari, diriwayatkan dari Aisyah ra. : seorang ibu bersama dua orang anak perempuannya menemuiku untuk meminta (sedekah), namun ia tidak menemukan apa pun padaku kecuali sebuah kurma yang kuberikan kepadanya dan ia bagi dua untuk anak-anaknya, sedangkan ia sendiri tidak memakannya, setelah itu ia pun bangun dan pergi. Kemudian Nabi Muhammad Saw menemuiku dan kuberitahukan kejadian itu kepadanya. Maka Nabi Muhammad Saw bersabda, “siapa pun yang diuji dengan anak-anak perempuannya dan ia menyenangkan mereka dengan kebajikan maka anak-anak perempuannya akan menjadi perisai mereka dari api neraka”.

Duhai bapak, saat orang lain merasakan jauh dengan orang tuanya, efek globalisasi yang membuat hubungan orang tua dan anak merenggang, malah engkau tetap harmonis bersama anak-anakmu, Terima kasih Ya Allah, engkau memberikan bapak terbaik buatku.

“Rasulullah SAW bersabda, ‘Barangsiapa menanggung dua anak perempuan hingga baligh, ia akan datang pada hari kiamat bersamaku’. Rasulullah SAW lalu menyatukan jari-jari beliau.” (HR. Muslim, no. 2631)dalam riwayat Imam Ahmad dll juga disebutkan kata “dua atau tiga anak perempuan…” serta “atau saudara perempuan”, Semoga kami selaku anak-anak perempuan dapat menjadi ‘simpanan akhirat’ sebagaimana sabda Rasulullah SAW tersebut.

Wallohu’alam…

(Selamat hari Lahir Bapak kami yang bangga memiliki 2 putra dan 4 putrinya, 65 tahun, dengan 9 cucu, tanpa uban, iringan doa ananda selalu, Krakow, akhir September 2010)

Jumat, 29 Oktober 2010

Belajar dari Kegagalan Anna Althafunnisa




Eramuslim.com- Ia seorang muslimah, menutup aurat dengan sempurna, cerdas, berpendidikan tinggi, mengerti banyak hukum agama, dari keturunan yang baik, tumbuh di lingkungan yang baik pula, berbaur dengan orang-orang shalih, kaya, tidak punya cacat fisik, bahkan tergolong wanita cantik. Lalu, apa lagi yang kurang?


Ya, begitulah gambaran dari Anna Althafunnisa, seorang tokoh utama dari novel karya Habiburrahman El Shirazy yang berjudul Ketika Cinta Bertasbih, yang kemudian diangkat ke layar lebar dengan judul film yang sama pula. Dan yang seperti kita ketahui bersama, seperti halnya novelnya yang laris manis, film ini pun laku keras di pasaran. Kemudian tak lama setelahnya, sosok Anna Althafunnisa begitu melekat di benak para muslimah, mampu menjadi ikon tentang muslimah yang seharusnya. Setidaknya ini saya lihat ketika diamanahi mendampingi tiga puluh delapan muslimah masa peralihan dari belia ke dewasa yang sedang menjalani hidupnya di awal-awal semester kuliah.

Melihat kapasitas dan kualitas kemuslimahan Anna Althafunnisa dalam gambaran cerita tersebut, pantas saja kalau kemudian dalam angan, ia adalah sosok muslimah ideal masa kini. Namun ada yang menarik untuk dicermati dan diurai hikmahnya bersama. Bahwa seideal-idealnya muslimah, tetaplah ia wanita bumi yang sangat mungkin berbuat khilaf dan punya kekurangan di sana-sini di balik kelebihannya yang berlimpah. Pun pembahasan ini bukan untuk mencari-cari kesalahan seseorang, tapi semoga mampu mengasah sikap kritis kita, agar tak selalu mengangguk setuju pada tokoh yang diidolakan.

Ada dua peristiwa bersejarah dalam hidup Anna yang menarik untuk dicermati, yaitu ketika prosesi khitbah dan penyebab perceraian dalam biduk rumah tangganya.

Dalam prosesi khitbahnya, kita dapati syarat Anna sebelum mengiyakan lamaran adalah, bahwa tidak adanya wanita lain kelak dalam rumah tangganya, alias ia menginginkan menjadi wanita satu-satunya dalam hati sang suami. Banyak muslimah yang 'terhipnotis' dengan pernyataan Anna, bahwa ia ingin seperti Fatimah dan Ibunda Khadijah yang tak pernah diduakan seumur hidupnya.

Tak ada yang salah dengan keinginannya ini, tapi jangan lupa, bahwa kita juga punya si cerdas Aisyah yang tetap bahagia dengan Rasullullah padahal ia bukan wanita satu-satunya dalam kehidupan beliau, kita punya panutan seperti Zainab, Hafsah, dan masih banyak lagi pribadi-pribadi luar biasa yang mampu menjalani takdirnya sebagai seorang isteri yang bukan satu-satunya.

Mungkin menjadi hal yang sangat wajar syarat itu diajukan oleh wanita biasa dan kebanyakan, tapi menjadi tidak wajar bahkan janggal bagi seorang muslimah putri Kyai yang tentunya sedari kecil telah tumbuh dengan didikan Islami seperti Anna. Di sinilah Anna telah gagal bersikap bijak sebagai seorang muslimah, karena pada kenyataannya ia yang telah banyak mengerti hukum agama yang seharusnya lebih bisa taat pada Allah dan RasulNya, bersikap seperti wanita pada umumnya. Maka wajarlah jika timbul pertanyaan logis, kalau seorang muslimah sekredibel Anna saja 'menolak' dipoligami, bagaimana dengan wanita pada umumnya?

Menarik pula apa yang diumpamakan Anna tentang sikapnya pada poligami, bahwa jika ia tidak menyukai jengkol dan tidak memakannya bukan berarti ia mengharamkan jengkol. Hal yang logis, tapi kurang tepat dijadikan perumpamaan. Karena yang sedang kita bicarakan ini berupa syari'at Islam. Dalam hal ini sama saja Anna mengatakan, bahwa ia tidak suka dipoligami, tapi bukan berarti ia mengharamkan poligami. Penegasan yang ingin disampaikan Anna di sini adalah bahwa poligami tetaplah halal, tapi ia tidak menyukainya.

Inilah yang perlu hati-hati kita telaah. Bagaimana mungkin seorang muslim/mah tidak menyukai apa yang pernah dilakukan oleh sang Nabi SAW, dimana kita sering mengaku berkiblat pada qudwahnya? Sementara bagian dari yang disebut sunnah adalah setiap perbuatan yang pernah dilakukannya. Sikap ini yang perlu kita pertegas, bahwa sebagai ummat Nabi SAW, kita penyuka sunnahnya. Tapi, bukan berarti setiap kita bisa dan mampu melakukan apa yang pernah dilakukan oleh sang Nabi SAW. Itulah salah satu hikmah yang bisa kita gali kenapa berhukum sunnah, bukan wajib.

Kembali ke pernyataan Anna, tentu saja akan lain maknanya jika Anna berkata bahwa ia tidak memakan jengkol karena dia tak tahan dengan baunya, dan khawatir juga baunya akan tercium ke orang di sekitarnya. Atau perumpamaan lain yang semakna, misalnya saya tidak makan rujak karena sekarang saya sedang sakit perut, saya tidak minum air es karena sekarang saya sedang pilek, atau saya tidak memakai warna hitam karena hari ini panas sekali.

Sejarah hidup Anna yang kedua adalah ketika ia mengetahui bahwa Furqan, suaminya, mengidap HIV. Yang dengan alasan inilah Anna meminta cerai. Sebuah hal yang halal memang, tapi dibenci oleh Allah SWT.

Diceritakan di situ, bagaimana Anna begitu marah, langsung kehilangan kepercayaan, dan ujungnya meminta cerai.

Mari kita bahas peristiwa ini dalam perspektif kehidupan muslimah ideal yang seharusnya sesuai dengan syari'at Islam.

Ketika seseorang marah karena mendapati dirinya telah dibohongi, itu hal yang wajar. Tapi bagi seorang Anna Althafunnisa, tentunya sudah hafal di luar kepala hadits Nabi SAW tentang perintah menahan marah. Kenapa ia tidak berupaya melakukannya? Melakukan kebajikan dengan cara menahan marah. Dan sangat mustahil Anna yang lulusan Al-Azhar Mesir itu tidak mengetahui kalau Allah SWT menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Di sinilah kita lihat ego dan nafsunya bermain dan menghalanginya untuk duduk, berbaring, wudhu, atau shalat daripada meluapkan kemarahannya.

Andai saja Anna dapat menahan amarahnya dan sedikit saja berlapang dada, mungkin perceraian itu tidak akan pernah terjadi dan cerita pun akan lain. Ia akan lebih bisa mendengar apa yang dikatakan sang suami, ia akan berupaya mengerti tentang posisi suami, bahkan mungkin dia akan bersikap sebaliknya, misalnya tetap memberi dukungan moral pada seseorang yang telah diangkat menjadi imamnya. Atau sebagai seorang 'partner' yang baik, ia akan tetap mengibarkan bendera optimis dengan mengatakan, "Coba kita cek lagi ke dokter, sangat mungkin kekeliruan terjadi pada saat pemeriksaan dulu, engkau orang baik dan suka memudahkan urusan orang lain, yakinlah Allah tak kan mendzalimimu."

Ya, andai saja Anna lebih mampu sedikit bersabar dan menunggu, maka perceraian itu tidak akan pernah terjadi. Karena dalam alur cerita selanjutnya, ternyata hasilnya negatif setelah Furqan memeriksakan diri. Namun sayang, bukan sikap seperti itu yang Anna lakukan. Padahal pada saat itu posisi Anna adalah seorang isteri. Isteri yang sangat tahu betapa mulianya kedudukan seorang Adam ketika ia telah menjadi seorang suami, sampai-sampai Nabi SAW pernah menyabdakan, jika diperbolehkan menyembah selain Allah, niscaya ia akan menyuruh setiap isteri menyembah suaminya. Lalu, isteri shalihah macam apakah yang lantang bernada tinggi penuh amarah ketika berbicara di depan suaminya?

Inilah sikap Anna yang perlu kita kritisi, bahwa selayaknya seorang muslimah tetap berupaya mengendalikan dirinya dalam keadaan apapun. Seperti halnya tetap berupaya taat pada semua perintah Allah SWT, dalam keislaman yang kaffah.

Ana Althafunnisa, seorang muslimah cerdas yang memiliki banyak hal lebih dalam dirinya, tetaplah manusia biasa. Namun, tak dapat dipungkiri, bahwa terlepas dari kekurangannya, ia tetap menjadi sosok wanita luar biasa yang patut diikuti sepak terjangnya dalam merunut hidup menjadi wanita seperti yang diinginkanNya. Banyak hal baik yang bisa kita gali dan teladani, bahkan apa yang ada padanya mampu dijadikan motivasi agar kita menjadi semakin lebih baik.

***

Suatu malam terjadilah sebuah dialog antara seorang mad'u dengan murabbiyahnya.

"Mbak, Anna Althafunnisa itu luar biasa ya, apa Sekar bisa menjadi seperti dia?"

"Tentu saja bisa, bahkan Sekar bisa melebihi dia."

"Bagaimana mungkin Sekar yang seperti ini melebihi Anna yang lulusan Al-Azhar?"

"Justru itu Sekar bedanya yang menjadi luar biasa, kalau Anna menjadi wanita shalihah itu adalah hal yang sangat wajar. Ia putri seorang Kyai, ia kuliah di Al-Azhar, ia begitu punya banyak fasilitas yang memudahkan dirinya menjadi shalihah seperti itu. Tapi kalau Sekar manjadi seshalihah itu, bagi Mbak, Sekar jauh lebih luar biasa dari seratus Anna Althafunnisa sekalipun."

*Sekar, bukan nama sebenarnya

Wanita mulia dengan sabar dan ikhlas

Hidayatullah.com–Jika ukurannya gelar akademis, Mulia Kuruseng termasuk orang yang sukses dalam mendidik anak. Janda beranak 15 ini berhasil mengantarkan anak-anaknya menggapai gelar sarjana, ada yang profesor, doktor, master, insinyur, dan letnan.


Sejak tahun 1985, Mulia menjadi single parent (orangtua tunggal) bagi 15 anaknya. “Saya berfungsi sebagai ibu sekaligus bapak,” ungkapnya bersemangat. As’ad, sang suami, meninggal pada Oktober 1985 akibat penyakit hipertensi dan jantung.

As’ad seorang pedagang kain, pakaian jadi, dan sarung Bugis di Pare Pare (Sulawesi Selatan). Waktu itu, As’ad termasuk seorang pengusaha yang sukses. Omset usahanya tiap bulan mencapai Rp 100 juta.

Mulia bukan seorang guru apalagi bergelar sarjana, tapi hanya tamatan SD. As’ad pun cuma tamat SMA. “Saya menikah saat kelas II Muallimin, saya hanya punya ijazah SD,” kenangnya.

Bagaimana bisa ibu rumah tangga ini sukses mengantar 15 anaknya meraih berbagai gelar akademis? Wartawan Hidayatullah menyempatkan diri untuk berbincang-bincang dengan nenek dari 24 cucu ini di kediamannya, Jl Matahari No 20 Pare-Pare.

Bagaimana perasaan Anda dalam membesarkan 15 anak sendirian?

Saya tidak pernah mengeluh. Saat itu saya tidak berpikir bagaimana nanti. Saya nekad saja. Alhamdulillah, Allah selalu berikan saya rezeki sedikit demi sedikit.

Apa saja yang Anda lakukan?

Saya berusaha melanjutkan usaha Bapak. Kan Bapak punya kios, ada barangnya. Dulu Bapak berhasil. Tetapi saat meninggal, semua piutang tersendat.

Saya sampaikan kepada anak-anak agar tetap melanjutkan sekolah. Jangan ada yang berpikir putus sekolah. Kan masih ada Tuhan. Alhamdulillah, itu semua terwujud. Waktu itu yang bungsu berusia tiga tahun.

Bagaimana dengan anak-anak yang masih kecil waktu itu?

Kebetulan waktu itu anak yang kedua (Suryani) dan ketiga (Indriyati) sudah menikah. Indriyati sebenarnya belum selesai kuliah, tapi dia sudah menikah. Merekalah yang banyak membantu saya mengurus adik-adik. Merekalah yang men-support adik-adiknya untuk maju sekolah.

Apa yang paling Anda tekankan dalam mendidik anak-anak?

Prinsip saya mendidik anak-anak ada tiga hal, yaitu ikhlas, jujur, dan sabar. Kejujuran saya tanamkan sejak mereka kecil, ini turunan dari kakeknya. Kami dulu dididik untuk senantiasa jujur. Jika ada makanan di meja, tidak ada yang langsung mau makan, harus dibagi dulu. Jika ada uang di meja, mereka berteriak mencari siapa yang punya. Jadi, di rumah ini tidak pernah terjadi kehilangan uang.

Dengan 15 anak, untuk bersikap sabar tentu berat ya. Pernahkah Anda memukul atau mencubit mereka?

Saya tidak pernah memukul mereka. Contohnya, si bungsu pernah mogok makan. Gara-garanya minta dibelikan sepeda motor karena temannya semua sudah beli motor. Saya tidak marah. Saya hanya bersabar. Tiba-tiba temannya yang punya motor tabrakan dan meninggal dunia. Saya sampaikan kepada dia, “Saya sayang kamu Nak.” Apalagi memang saya tidak punya uang.

Saya selalu mengeluarkan bahasa-bahasa yang sopan. Mereka tidak pernah dipukul, juga tidak pernah dibentak. Jika ada yang salah, saya tegur saat dia lagi sendiri agar tidak tersinggung, di saat adik atau kakaknya tidak ada.

Jika ada yang mau saya tegur, saya carikan waktu khusus. Karena jika anak nakal satu, bisa jadi nakal semua. Saya selalu ingatkan dengan bahasa sopan. Anak-anak ini semua (sambil menunjuk foto-foto mereka) tidak ada yang pernah kena cambuk.

Kalau marah sama mereka, saya pergi wudhu kemudian shalat sunah. Nanti setelah tenang baru saya nasihati mereka.

(Hasmi As’ad (48), anak sulungnya, mengaku belum pernah merasakan kerasnya tangan ibunya. “Saya kira adik-adik juga begitu,” kata dokter yang kini menjadi Kepala Kesehatan Pertamina Wilayah Selatan.

Kalau marah, katanya, sang ibu biasanya diam. “Baru beberapa saat kemudian Ibu bicara,” ujarnya.)

Bagaimana menanamkan keikhlasan?

Saya tidak pernah berpikir untuk mendapat gantinya, atau anak-anak membalas jasa-jasa saya. Tidak, saya betul-betul ikhlas.

Saya juga tekankan pada mereka untuk ikhlas dalam memberi. Jika saya minta mereka membantu adik-adiknya, harus betul-betul ikhlas, jangan dipaksakan. Saya bilang kepada yang punya istri, jangan bebani istrimu. Jika tidak setuju, jangan dilakukan. Tetapi justru menantu-menantu yang paling dulu memberi. Mereka bilang, “Kami ikhlas.”

(Keluarga ini punya kebiasaan saling membantu, bila saudaranya yang lain memerlukan dana. Contonya saat Sumarni (anak ke-14) mau beli mobil, Mulia menghubungi anak-anaknya yang lain. Akhirnya mereka patungan, ada yang memberi Rp 5 juta, Rp 10 juta, sehingga terkumpul 70 juta untuk beli mobil).

Dalam hal ibadah, bagaimana Anda mendidik anak-anak?

Saya tidak pernah menyuruh mereka untuk shalat, tetapi saya harus mencontohkannya. Saya dulu yang kerjakan, baru kemudian saya suruh mereka. Kita tidak bisa suruh anak-anak sebelum kita mencontohkannya.

Untuk kesehariannya, saya melarang anak-anak memasukkan urusan-urusan di luar ke dalam rumah, termasuk juga dalam berbahasa. Bahasa yang tidak dipakai di rumah dilarang masuk ke dalam rumah. Bahasa di luar dipakai di luar saja, tidak boleh masuk ke dalam rumah.

Dalam hal ruhani, kebetulan saya bertetangga dengan KH Abdul Pa’baja (ulama besar di Pare Pare). Beliau juga yang banyak membantu menanamkan nilai-nilai moral pada anak-anak. Di sinilah terbentuknya fondasi anak-anak.

Semua anak Anda bergelar sarjana, apakah memang ditekankan soal ilmu?

Oh, tidak. Saya cuma tekankan bahwa siapa yang tidak sekolah ayo bantu ibu. Akhirnya mereka semua mau sekolah. Saya juga buat persaingan di antara mereka. Saya tidak pernah secara langsung menekankan mereka untuk sekolah, saya hanya buat persaingan. Siapa yang rangking I akan lebih tinggi hadiahnya daripada yang rangking II. Jadi, mereka terus berlomba. Mereka rata-rata rangking satu, dan SD-nya lima tahun.

Saya tidak pernah menyogok, baik ketika anak-anak sekolah ataupun mencari pekerjaan.
Rezeki itu datangnya dari Allah, tidak perlu disogok. Insya Allah, di rumah ini bersih. Untuk bekerja, anak-anak bilang, “Saya tidak usah bekerja jika harus menyogok.”

Mengapa tidak berpikir untuk menikah lagi?

Wah, siapa yang mau mengurus anak sebanyak ini? He…he…. Yang jelas sejak suami meninggal, saya berjanji untuk melanjutkan perjuangannya dengan menyekolahkan anak-anak. Bahkan saya pernah bersumpah untuk itu, saat suami saya di rawat di rumah sakit.

Apa aktivitas Anda sekarang?

Saya di rumah saja, kadang ke pasar jaga toko, itu pun tidak serius. Saya hanya duduk, berdzikir, dan mengaji. Jika di toko, saya kadang menghabiskan dua juz dari pagi hingga Dhuhur.* (Sarmadani, Makasar/hidayatullah.com)

***

Nama-nama anak Hj Mulia Kuruseng:

1. Dr Hasmi As’ad (48), alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin (Unhas), saat ini menjadi Kepala Kesehatan Pertamina Wilayah Sulawesi.
2. Prof DR dr Hj Suryani As’ad, MSc, SpGK (46), profesor muda di Fakultas Kedokteran Unhas.

3. Dr Indriyati As’ad (44), MM. Dokter umum di LNG Bontang (Kalimantan Timur), meraih gelar master dari Universitas Mulawarman, Samarinda.

4. Dr Imran As’ad, SpD (42), dokter spesialis penyakit dalam alumnus Unhas, bertugas di Luwuk.

5. Ir Siswana As’ad (40), bekerja di Kantor Poleko Group, Makassar.

6. Ir Solihin As’ad, MT (39), sedang melanjutkan S-3 di Austria.

7. Wahidin As’ad (37), drop-out Fakultas Ekonomi Unhas, pengusaha sukses di Makassar.

8. Ir Suriasni As’ad (37), arsitek dari Unhas, kontraktor.

9. Ir Nurrahman As’ad, MT (34), alumnus ITB, dosen di Universitas Islam Bandung (Unisba).

10. Ir Rahmat Hidayat, MS (33), master dari ITB, kini sedang menempuh studi doktor di Jepang.

11. Ir Jabbar Ali As’ad (31), dosen Sekolah Tinggi Teknologi (STT) Baramuli Kabupaten Pinrang.

12. Munir Wahyudi, SE, Ak, MM (29), magister dari Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung, dosen beberapa perguruan tinggi di Bandung.

13. Ir Muhammad Arif As’ad, MM (27), alumnus Fakultas Teknik UGM, gelar masternya dari ITB, saat ini bekerja pada PT Indika Entertaimen Jakarta.

14. Sumarni Aryani As’ad, SKed (26), alumnus Fakultas Kedokteran Unhas.

15. Letda Kurnia Gunadi (24), alumnus Akademi Angkatan Laut, Surabaya.

Senin, 25 Oktober 2010

Trik Memaksa Diri Menabung

KOMPAS.com — Menabung adalah cara untuk memberdayakan diri. Kebiasaan menyisihkan uang akan memberikan rasa aman secara finansial dan kebebasan untuk membuat pilihan.


Bukan rahasia lagi bila banyak orang dengan penghasilan seberapa pun ternyata mengalami kesulitan untuk menabung. Penyebabnya, tak lain gaya hidup yang meningkat. Akibatnya, gaji selalu habis untuk membiayai gaya hidup. Padahal, untuk memulai kebiasaan menabung, Anda bisa melakukan dari hal-hal yang sederhana, demikian saran Burton Malkiel dan Charles Ellis, penulis buku The Elements of Investing. Berikut adalah delapan cara yang direkomendasikan Malkiel dan Ellis untuk membuat Anda menggunakan uang lebih jarang, dan menabung lebih sering.

1. Kenali penggunaan kartu kredit Anda. Pengguna kartu kredit yang disiplin bisa mendapatkan rewards point dengan menggunakan kartu kreditnya untuk semua pembelanjaan, tetapi membayar seluruh tagihannya tepat waktu. Bila kontrol diri Anda kurang, sebaiknya gunakan kartu debet saja untuk memastikan pengeluaran Anda tidak lebih besar daripada saldo rekening Anda. Amati billing statement Anda untuk mengetahui ke mana saja Anda membelanjakan uang.

2. Biarkan orang lain membayar untuk Anda. Bagaimana caranya? Misalnya, Anda mengikuti iuran dana pensiun. Minta bank untuk mengatur automatic deposit untuk menarik dana Anda. Dengan demikian, Anda tak akan lupa menyetor dana pensiun karena dana sudah ditarik otomatis dari saldo rekening Anda.

3. Deposit gaji dan penghasilan lain ke rekening tabungan. Anda tidak akan diberi kesempatan memanfaatkan kelebihan uang untuk berbelanja berlebihan, jika Anda sudah mentransfernya ke rekening yang lain. Lakukan hal ini begitu Anda menerima gaji, bukan setelah gaji mulai menipis.

4. Ketika Anda membayar pembelian barang dengan kartu kredit, catatlah dengan segera pengeluaran Anda. Dengan mencatatnya, Anda akan tahu bahwa jika "dana shopping" sudah mencapai jumlah tertentu, Anda tak boleh lagi berbelanja. Anda juga tidak akan terkejut ketika tagihan kartu kredit datang, dan Anda akan memiliki cukup uang untuk membayar penuh (balance) tagihan tersebut.

5. Transfer sisa uang gaji ke rekening bank yang lain. Anda mungkin tidak membutuhkan "uang receh" sisa gaji bulan ini. Tetapi, jika Anda selalu memindahkan sisa saldo akhir bulan ke rekening lain, pada akhir tahun Anda bisa menggunakan uang tersebut untuk bekal liburan atau membeli barang branded yang Anda inginkan.

6. Simpan uang jajan Anda. Membawa makan siang sendiri dari rumah, atau membeli kopi sachet-an untuk pengganti acara ngopi-ngopi sepulang kantor, akan sangat menghemat pengeluaran Anda. Anda bisa memasukkan uang sejumlah harga kopi yang Anda beli di gerai kopi ke dalam kotak khusus untuk menabung uang receh. Di saat lain ketika Anda membutuhkan uang untuk melakukan perawatan wajah atau rambut, Anda bisa mengambil uang dari situ.

7. Biasakan membayar utang. Apa maksudnya? Ketika Anda menyelesaikan pembayaran utang dengan mencicil hingga utang tersebut lunas, tetaplah menyisihkan uang sejumlah cicilan untuk ditransfer ke rekening bank yang lain. Jadi, seolah-olah Anda sedang mencicil utang, tetapi sebenarnya Anda sedang menabung.

8. Sulit memutuskan atasan mana yang ingin Anda beli? Sebaiknya Anda tidak usah langsung membuat keputusan saat itu. Biarkan diri Anda menurunkan tensi dengan pulang ke rumah saja. Setelah hati dan pikiran Anda kembali jernih, biasanya Anda tidak akan kembali ke toko untuk membeli barang tersebut.

Minggu, 24 Oktober 2010

Sikap dan Reaksi Saat Marah

( Eramuslim.com )Kubaca banyak berita kala senggang pagi seraya menyusui, anehnya berita dari “negeri cantik gemah ripah loh jinawi” itu selalu mengangkat tema amuk massa, tawuran, tuntut-menuntut, tujah-menujah, bahkan wanita yang tengah berjuang saat hamil, saat berada dalam amarah, hingga bisa tega menghabisi anak kandungnya sendiri... emosi bisa jadi naik jika ikut terprovokasi warga sekitar, juga media, tentu lagi-lagi media memiliki peran besar untuk mempermainkan emosi pembaca, makin banyak “tema gontok-gontokan” maka makin tinggi ratingnya, bahkan membentuk opini publik, yang benar bisa disalahkan, dan yang salah bisa melanggeng dengan “innocent” karena telah dianggap benar, naudzubillah…


Berita berikut foto menyeramkan korban perkelahian massal di sudut Jakarta tentu malah membuat banyak orang makin was-was alias khawatir dengan kondisi keamanan daerah tersebut, apalagi banyak “tangan-tangan tak bertanggung jawab” yang memegang, menyimpan senjata seperti senjata api, samurai, keris, dan terbiasa mengancam orang lain dengan kepemilikan senjata tersebut.

Apakah kemarahan perlu dilampiaskan dengan adu senjata? Tak diragukan lagi, Indonesia “beken” dengan “jago adu ototnya”, seorang kakek tetanggaku yang Rusia dan dari wilayah Poland lainnya, mereka ini sudah renta, sekitar 80-tahun an, tapi masih kuat dan gagah, kisah perang dunia kedua tentu merupakan cerita favorit yang mereka hafal luar kepala.

Suatu hari mereka berjumpa denganku, selain bertanya tentang pakaianku, mereka bilang (dalam bahasa Poland), “Indonesia… ummm, itu negara yang masyarakatnya sering berantem khan?”, Saya kaget bagai terjepit pintu, waw…kenapa orang tua yang tinggalnya ribuan kilo dari situ, bisa “menggambarkan” pertiwiku seperti itu? Lalu meluncur cerita zaman bom atom jepang dan sekutu serta gigihnya perjuangan para pahlawan Indonesia.

Oooh, setelah kuresapi maksud si kakek, ia menggambarkan bahwa secara umum, karakter masyarakat Indonesia adalah karakter pejuang, keras berprinsip, dan tak mau diinjak-injak. Subhanalloh, sebenarnya bagus sekali yah, bangga donk!

Untungnya si kakek tak tau internet sehingga beliau tak tau kalau banyak pula “oknum generasi” sekarang yang salah memaknai karakter pejuang sebagaimana Indonesia dahulu. Generasi sekarang, emosinya cepat naik ke ubun-ubun, tanpa tabayyun, apalagi kalau punya banyak uang, bukan cuma bisa beli halaman koran, tanah, rumah, melainkan bisa pula “membeli orang lain”, astaghfirrulloh… dan di saat ada yang mencoba menasehati atau mencoba menuntut keadilan, kemarahan bisa meledak luar biasa, korban berjatuhan dimana-mana.

Marah, menurut Imam Al-Ghazali, dalam bukunya yang terkenal, Ihya Ulumuddin, pada hakikatnya merupakan gejolak hati yang mendorong agresifitas. Energi marah ini meledak untuk mencegah timbulnya hal-hal negatif juga untuk melegakan jiwa dan sebagai pembalasan akibat hal-hal negatif yang telah menimpa seseorang.
Sering kita dengar orang lain berkata, “pokoknya gue harus ngomelin die…biar lega nih ati!”, atau “kalo gak dilabrak, manalah tenang. Harus gue labrak dan gue gampar tuh orang!”, dan kalimat senada lainnya, yang terkesan amat sangat marah.

Betul bahwa marah itu manusiawi, semua orang pernah marah. Namun kita bisa bertaubat saat ini juga untuk mengubah kebiasaan marah agar lebih bernilai positif.

Jangan sampai setan tertawa gembira melihat kita saat marah makin menjadi, lalu tertumpahlah darah, terputuslah persaudaraan, atau hancurlah berbagai fasilitas, yang paling dirugikan tentunya diri kita sendiri. Siapa yang puas ? (jelas Syaithon jawabannya).

Dulu ada kisah nyata tante Dita (bukan nama sebenarnya), suami beliau yang sangat dikasihinya, “dicurigai” memiliki kisah perselingkuhan dengan seorang mahasiswi. Sudah banyak teman atau relasi tante Dita yang melihat langsung si mahasiswi berduaan dengan suami tsb, di mall, di taman hiburan, di bioskop, atau (ada yang diam-diam menyelidikinya hingga sampai) di hotel. Dita yang memiliki kesabaran dan dapat mengontrol emosi dengan baik, akhirnya mencari lebih banyak informasi lainnya tentang itu dan bersikap biasa-biasa saja di rumah.

Akhirnya Dita memperoleh info akurat bahwa suaminya bukan berzina, si mahasiswi adalah istri yang dinikahi secara sirri oleh sang suami. Dita menangis di atas sajadahnya, ia meminta pertolongan Allah SWT supaya melimpahkan petunjuk dan cara terbaik baginya untuk menyelesaikan problema itu. Setelah banyak menerima masukan dari sahabat baiknya, Dita mengatur strategi, tujuannya menyelamatkan rumah tangga dan menghentikan ketidakjujuran sang suami. Hari itu, sungguh cantik dan rapi penampilan Dita, ia memasak menu kesukaan suaminya, menyajikannya dengan lebih baik dari hari-hari sebelumnya, saling bersuapan saat makan, suaminya merasakan hal itu sangat romantis, seperti awal rumah tangga mereka dulu. Kemudian, Dita bersuara manja, meminta suami untuk mengajaknya ikut serta keman saja. Biasanya ia enggan menemani suami mencari benda-benda koleksi hobinya, kali ini ia menemani dengan hati riang. Dan Dita meminta antar-jemput saat ke kantor, biasanya mereka menggunakan mobil masing-masing, serta banyak perubahan lain, yang ternyata pelan-pelan tapi pasti, intensitas pertemuan suaminya dengan sang mahasiswi menjadi makin berkurang. Hingga di akhir bulan, mereka mengambil cuti panjang, Dita mengajak umroh, walaupun uang tabungannya pas-pasan. Do’a mereka panjatkan di tanah suci, Dita mengharapkan jawaban terbaik dariNYA sebagai solusi. Tidak ada emosi meluap-luap sebagaimana orang lain saat mengalami kisah mirip seperti kisahnya.

Lalu ketika suami-istri itu bermesraan sepulang dari tanah suci, disitulah puncaknya, sang suami berbisik, “ma… tolong maafkan aku, selama ini aku menyimpan sebuah kebohongan, di belakangmu…tapi aku ingin memperbaiki diri”.

Dita hanya tersenyum, “tak perlu kamu ceritakan, sayang… cukup akhiri saja kebohongan itu”. Dita merasa tak ingin makin sakit hati karena segala fakta sudah ia ketahui sendiri. Keesokan harinya sang suami menceraikan si istri sirrinya, yang ternyata sedang dalam keadaan berduaan dengan mahasiswa lain (istilah “pacaran” mungkin), tentu saja kata-kata cerai yang disebutkan oleh suami Dita menjadi sangat dramatis, di depan si mahasiswi yang juga “sedang berkhianat” padanya.

Hal terpenting, tante Dita dan suaminya selalu rukun, aman, damai hingga kini, menyisakan sebuah pelajaran “mengendalikan emosi ternyata bisa meraih kemenangan, di hati dan raga!”

Hal sedih tentang amarah pernah terjadi pada seorang anak, Adi (bukan nama sebenarnya), bermuka sangat lugu, usia masih 9 tahun, telah beberapa tahun mendiami sebuah penjara anak di sudut ibu kota. Temanku mengunjunginya dua kali, miris dan perih hati ini jika mendengar kisah Adi. Beberapa tahun lalu, di sebuah pasar tempat ayah Adi berjualan ikan segar, didatangi preman yang biasanya meminta uang (pungli, pungutan liar).

Namun saat itu, Ayah Adi bilang bahwa ia benar-benar tidak punya uang, hari itu pelanggan sepi. Si preman yang memang terkenal garang, langsung mengayunkan celurit, Ayah Adi meninggal seketika. Innalillahi wa inna ilaihi rojiuun…
Sayangnya, para pihak berwajib tak segera menyelesaikan problema ini, seharusnya si preman itu segera ditangkap, dihukum atas tindakan jahatnya.

Adi yang sore itu ikut menyolatkan jenazah ayahnya, baru berusia 6 tahun lebih, ia mendengar nama seseorang yang telah membunuh sang ayah, para tetangga saling berbisik. Adi diam, tanpa air mata, anak yatim yang ternyata memiliki sikap keras untuk menuntut keadilan.

Esok paginya usai subuh, Adi membawa pisau dapur, ia temui kumpulan preman di pasar tempat biasa sang ayah berjualan, dengan gagah dan tanpa rasa takut ia berteriak, “yang mana si anu yang kemarin bunuh ayahku?”, lalu si preman ketawa, “gue…mau ape loe?”, katanya. Sedetik kemudian si preman sudah bersimbah darah! Adi menusuk pisau tepat di jantungnya, mati. Semoga saat ini Adi sudah keluar dari penjara anak-anak, dia adalah salah satu pelajar pintar di sekolahnya. Kemarahan Adi bukanlah sesuatu yang berlebihan, ia masih 6 tahun-an, meminta keadilan karena kecintaan pada sang ayah, namun posisi pihak berwajib kebanyakan telah “kalah” dengan posisi preman. Bahkan di banyak kasus, oknum pihak berwajib malah menjelma sebagai preman.

Sungguh berat tugas kita, masing-masing pribadi harus bersama mengontrol emosi diri, di lingkungan keluarga, pekerjaan, bermasyarakat dan bernegara. Alangkah indahnya bila para penguasa beserta jajaran penegak hukumnya memiliki kejujuran dan sikap professional yang kian ditingkatkan agar dapat disegani rakyat, dipercayai, dapat diteladani oleh generasi selanjutnya, anak cucu kita.

Saat ini, malah perpanjangan “tangan kotor” dengan mudahnya menebar fitnah melalui media, seolah-olah masyarakat Indonesia adalah orang-orang dengan penuh kemarahan, mudah mengamuk, dsb. Padahal kisah wali songo yang tawaduk dan sangat ramah berasal dari negeri kita kan, kisah Bapak Jenderal Soedirman, Ki hajar Dewantara, Diponegoro dan para pahlawan lainnya menyiratkan bahwa mereka berjuang melawan penjajah!

Mereka berkorban jiwa raga demi menyelamatkan bangsa dari perbudakan, untuk satu kata merdeka, bukanlah marah tanpa sebab yang sederhana, bukanlah marah untuk mempertahankan gengsi, atau hal sepele. Dan bahkan kemarahan oknum-oknum pemegang senjata bukan saja bertebaran dengan info sikap arogan, melempar fitnah pada orang yang tak bersalah, bahkan juga meramaikan media massa, tentu bisa tertular menjadi penyakit akut kemarahan di dalam kehidupan bermasyarakat. Jadi tentulah ide bagus kalau pemerintah mengumpulkan saja energi-energi kemarahan itu, kirimkan ke tempat yang tepat, misalnya ke Gaza, usir perampok tanah Palestina di negeri itu!

"Sesungguhnyaa marah itu bara api yang dapat membakar lambung anak adam. Ingatlah bahwa sebaik-¬baik orang adalah orang yang melambatkan (menahan) amarah dan mempercepat keridhaan, dan sejelek¬-jelek orang adalah orang yang mempercepat amarah dan dan melambatkan ridha" (HR.Ahmad dari Abu Sa' id Al-Khudriy)

Ya Robb, berikanlah kesabaran pada kami dalam menghadapi setiap peristiwa, sehingga tidak ada kemarahan dalam menghadapi segala ujian.

Aisyah Radhiyallahu ‘anha berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘‘Alaihi wa Sallam tidak pernah marah jika disakiti. Tetapi jika hukum Allah dilanggar, maka beliau akan marah karena Allah.” (HR. Muslim (6195)&Ahmad (25200)).

Hari ini kita introspeksi diri kembali apakah kondisi sikap dan reaksi kemarahan dalam diri telah tepat, sesuai arah dan tujuan "pegangan hidup" ataukah malah menjadi sesuatu perbuatan sia-sia, jawabnya ada pada nurani. Wallahu'alam.

Hanya Engkau yang Tercantik

( Eramuslim.com ) Aku perhatikan sejak tadi temanku, Haris, tampak gelisah. Ada guratan cemas dan takut yang kubaca pada raut mukanya. Perjalanan yang akan kami tempuh masih lumayan cukup jauh. Bis yang kami tumpangi melaju dengan kecepatan sedang. Sesekali berhenti di halte untuk menurunkan penumpang dan menaikkan penumpang.


Aku masih tertegun dengan ucapan seorang anak muda dari Palestina yang ku ajak ngobrol sebelum ia turun. Kata-katanya laksana aliran listrik yang menyengat hatiku. Aku terpaku dan berdecak kagum. Usianya masih muda, tapi semangatnya begitu membara, pengelanaannya dalam hidup ini ku rasakan sudah cukup dalam.

"Ris, kamu kenapa?" sapaku pada Haris.

"Gak tahu Jir, kok aku tiba-tiba jadi gak enak ya," jawab Haris padaku.

"Gak enak kenapa? Kamu lagi kurang sehat atau ada yang terasa sakit?" selidik ku bertanya.

"Gak tahulah, mau bilang apa."

"Sebenarnya apa yang kamu rasakan?"

"Aku gak tenang aja, sejak gadis Mesir itu naik bis tadi."

"Emang kenapa dengan gadis itu?"

"Masak kamu gak perhatian, tuh pakaiannya buat darahku mendidih dan otakku meregang."

"Ooo," jawabku dengan senyum.

"Kok ooo sih, emangnya kamu gak merasakan apa-apa ya?"

"Saya gak ada rasa apa-apa, biasa saja, gak ada yang membuat saya tertarik untuk melihat?"

"Lho, kenapa?"

"Ya, apalagi yang mau dilihat, yang halal telah Allah berikan untuk direguk kenikmatannya. Sedangkan itu adalah sesuatu yang haram, melihat dan menyentuhnya dosa dan bawa celaka, dapat merusak hati dan pikiran."

"Tapi, 'kan ada juga orang yang sudah nikah masih gak kuat lihat cewek cakep."

"Yaaa... mungkin."

"Bagaimana cara kamu menghadapi keadaan seperti itu, Jir?"

"Aku selalu tanamkan dalam hatiku, bahwa dimanapun aku berada Allah selalu melihatku, mengetahui kemana lirikan mataku, dan setiap bisikan hatiku. Aku malu bermaksiat pada Allah, sedangkan setiap hari aku memakan rizki yang Ia beri, sedangkan setiap hari aku diberi-Nya kesehatan. Aku takut jika saat bermaksiat pada Allah nyawaku dicabut. Apa yang akan ku jawab di akhirat kelak, saat amal-amalku dimintai pertanggung jawabannya?"

"Terus, selain itu, apa rahasia yang lain?"

"Aku selalu tanamkan dalam hatiku, bahwa hanya istriku yang tercantik di dunia ini, tidak ada wanita lain di muka bumi ini yang melebihi kecantikan istriku sesudah ibuku. Bagiku, selain istriku semuanya jelek! Sehingga dengan menanamkan keyakinan ini, aku tak terpaku dengan fatamorgana yang berkeliaran di sekitarku."

"Ya, bagiku wanita yang lain jelek semua!! Nah, dengan cara demikian, aku tak sedikitpun tertarik untuk melihat, memperhatikan dan melirik pada wanita lain, walau cantik sekalipun ia, walau ia pemenang Miss Universe sekalipun."

"Dan terakhir, bahwa menjaga pandangan mata dari yang haram lebih mudah dari pada saat mata itu telah melihatnya, karena saat itu hati akan merasakan derita dan kepedihan rindu yang tak tertahankan, yang berbalut nafsu, yang sering membuat seseorang kehilangan kelezatan beribadah."

"Itulah penjelasanku. Bagaimana menurutmu, kawan?"

"Ternyata pernikahan itu betul-betul mampu memelihara diri dari perbuatan dosa dan nista, ya?"

"Betul, tentunya harus didasari niat yang tulus dan benar, bukan semata pelampiasan syahwat belaka."

"Kalau kamu udah tahu, kapan menikahnya?" tanyaku pada Haris.

"Itulah akhi, sampai saat ini jodoh belum datang.."

"Hehe.. carilah jodoh itu!! Berusahalah, temukanlah dan banyaklah berdoa pada Allah. Jangan putus asa, jangan pesimis, berbesar hatilah dan yakinlah akan janji Allah. Kelak kamu juga akan mengatakan pada wanita yang Allah pilihkan untukmu, "Duhai bidadariku, hanya engkau tercantik di hatiku."

Menikahlah, agar hilang keluh hatimu, lenyap kesah jiwamu, dan agar redup juga gelora yang tak menentu itu, kawan!!

NB: Sebuah kisah yang terinspirasi dari seseorang, semoga bermanfaat.

Salam dari Kairo,

marif_assalman@yahoo.com

Sabtu, 23 Oktober 2010

Tentang Masa Lalu

Kehidupan manusia hampir selalu terklasifikasi ke dalam pembabakan masa lalu, masa kini, dan masa depan. Masa lalu adalah berbagai hal yang telah terlewati. Masa kini adalah berbagai hal yang dihadapi sekarang. Lalu, masa depan adalah berbagai hal yang akan kita hadapi. Mungkin pernyataan ini dapat diterima karena banyak orang mendasarkan pembabakan ini pada titik masa kini.


Pada mulanya saya bersepakat dengan pernyataan-peryataan di atas. Namun setelah memikirkan lagi, ada beberapa hal yang kemudian menjadi rancu. Kegelisahan saya mungkin muncul ketika saya berpikir sedikit berbeda dengan orang lain. Kalau saya kemudian mendasarkan masa lalu atau masa depan sebagai titik awal apakah pernyataan yang telah diuraikan di atas tetap berlaku. Sepertinya tidak.

Ketika saya mendasarkan pemikiran saya pada masa lalu, maka konsep masa kini dan masa depan akan berubah. Bahkan, konsep masa kini kemudian menjadi bermasalah. Kapan terjadi masa kini. Sekarang? Kapan itu sekarang. Bukankah satu detik setelah kita melakukan hal yang bersifat kekinian hal ini akan segera berubah menjadi masa lalu. Bagaimana dengan masa depan? Maknanya tentu berubah menjadi pengulangan dari berbagai hal di masa lalu? Pasti banyak orang yang tidak sepakat dengan pemikiran saya dan menuduh tidak ada gunanya berpikir seperti itu.

Justifikasi Masa Lalu

Dalam sebuah obrolah saya pernah menegaskan pemikiran itu kepada rekan saya dan ia kemudian malah balik menyatakan : “kalau ada orang yang masa lalunya kelam, akan sangat sulit baginya/ mustahil untuk kembali ke jalan yang benar karena masa depannya merupakan utaian dari masa lalunya”. Saya sempat kelimpungan untuk membalas pernyataan itu. Setelah saya berpikir sejenak, saya kemudian menemukan jawabannya.

Saya lantas berbicara di dalam hati saya “ pernyataan ini Indonesia sekali”. Artinya, masyarakat telah terbiasa menjustifikasi seseorang dari masa lalu. Sebagian besar orang berpikir maling akan tetap menjadi maling, dan kalaupun ia mencoba mengubah hidupnya, streotip bekas maling tidak akan pernah pudar darinya. Namun saya tidak mengungkapkan pemikiran saya kepada rekan saya, melainkan mencoba menggunakan pendekatan yang lebih personal.

Saya lantas berkata kepada rekan saya,” sebagian besar orang sangat mudah untuk membicarakan keburukan orang lain, tetapi sangat sulit untuk menemukan kekurangan diri sendiri”. Setelah itu kemudian saya bercerita,” lihatlah saya, masa lalu saya kelam. Sejak SD saya sudah bergaul dengan orang-orang yang anarkis dan sempat menyerang sekolah lain. Ketika di sekolah menengah saya tinggal kelas, suka berkelahi, rasis, bermasalah dengan orang tua, menjadi bahan pembicaraan orang tua murid lain, dan sifat anarkis saya terus meningkat. Ketika masuk sekolah menegah atas, sifat buruk saya mulai berkurang, walaupun saya masih sering berkelahi, mencela orang secara berlebihan, membawa parang ke sekolah, entah apa pikiran orang yang tahu bila saya berbuat seperti itu. Ketika kuliah, saya mencoba berubah, walaupun saya malah akrab dalam kehidupan malam, alcohol, rokok dan ganja, serta wanita PSK”.

Namun demikian, masa SMA adalah titik di mana saya mulai berpikir untuk berubah, dan ketika mendapat pengalaman yang lebih berpotensi menghancurkan di masa kuliah saya tidak terperosok. Saya menyadari, berbagai pihak tetap saja memandang saya anak bandel, yang cenderung kriminil. Saya Cuma diam dan tidak berkomentar, hanya menunggu waktu untuk dapat membuktikan dengan pencapaian saya di masa depan kelak. Sampai-sampai, hampir semua teman kuliah saya tidak percaya saya mempunyai masa lalu yang kelam seperti itu, bahkan teman SMA saya secara tidak langsung mengatakan “ wah kamu berubah sekali daripada masa SMA, lebih dewasa”.

Belajar dari Masa Lalu

Lalu saya melanjutkan obrolan kepada teman saya “ saya sekarang sudah selesai kuliah, tepat waktu, dan dengan hasil yang membuat orangtua saya geleng-geleng kepala, kok bisa ya anak saya seperti ini ? Seakan-akan tidak mengenal anak yang telah dibesarkannya sendiri.” Kemudian saya berkata “ pelajaran apa yang dapat anda ambil dari saya”? Ia menjawab manusia berubah seiring berjalannya waktu.

Mungkin jawaban rekan saya ada benarnya, namun saya lebih cenderung berpikir untung saya memilih dasar masa lalu sebagai pijakan terhadap masa kini dan masa depan. Pemikiran saya itu bukan saya dapat mengubah hidup saya, tetapi juga menjawab pertanyaan teman saya itu” Kalau berpikiran seperti itu, seorang maling akan tetap menjadi maling bukan?”

Kunci dalam menjawab pertanyaan itu cukup sederhana belajarnlah dari masa lalu, karena masa kini membutuhkan pengalaman masa lalu, dan masa depan tidak lebih merupakan pengulangan dari masa lalu dengan tipe yang berbeda. Seseorang yang belajar dari masa lalu, kemungkinan besar akan dapat meningkatkan kualitas hidupnya, karena ia banyak sekali belajar keburukan masa lalunya. Beruntung orang yang masa lalunya kelam, tetapi ia dapat belajar dari kesalahannya dan kemudian menjadi sosok yang semakin baik dan streotip negatif yang melekat pada dirinya akan berangsur-angsur hilang bahkan sebaliknya, banyak orang yang kemudian dapat belajar dari proses kehidupannya

Disunting dari http://teguhmanurung.wordpress.com/

Lowongan Kerja Oktober 2010




TANGARA MITRAKOM, PT

URGENTLY REQUIRED

A fast growing company providing telecommunication network solutions to wide range of industries is seeking for highly motivated and result oriented candidates to fill in the following vacancies:
VSAT TECHNICIAN


Kualifikasi:

* Laki-laki, Usia Min.18 Tahun
* Pendidikan SMK Jurusan Telekomunikasi, Transmisi Radio, Jaringan Akses dan Komputer Jaringan
* Lebih disukai memiliki pengalaman min. 1 thn sebagai teknisi VSAT ( Fresh Graduated are welcome )
* Bersedia bekerja dan ditempatkan diseluruh provinsi di Indonesia ( Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Riau, NAD, Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat )
* Dapat bekerja secara team ataupun individu
* Kontrak Project selama 6 bulan
* Sehat jasmani dan rohani ( tidak memiliki penyakit yang mengharuskan banyak istirahat/alergi dengan perubahan cuaca didaerah spt typus, asma, jantung, dll)
* Terampil, cekatan, teliti, punya inisiatif, bisa bekerja dibawah tekanan ( karena target kerja), tegas , mampu bersosialisasi dengan lingkungan didaerah dan pekerja keras.



Those who meet the above requirements are strongly encouraged to apply, please send your comprehensive resume and recent photograph to :

HRD Department PT Tangara Mitrakom
Jl. R.P. Soeroso No.37, Jakarta 10350
or e- mail to
hrd@mitrakom.co.id

Selasa, 19 Oktober 2010

Lowongan Kerja Oktober 2010

HOT Topic

Ada info lowongan untuk alumnus Stematel di Indosat purwokerto bagian Swakelola untuk Maintenance Site.

Plan besok siang jam 2 akan diadakan interview. Bagi yang berminat silahkan mendatangi langsung Kantor Indosat Purwokerto di jalan jendral Sudirman dan Jangan lupa bawa CV serta lamaran pekerjaan pastinya.


Sabtu, 16 Oktober 2010

Lowongan Kerja Oktober 2010





Kami adalah perusahaan jasa telekomunikasi yang berkembang pesat, sedang membutuhkan banyak kandidat untuk posisi:
BSS Engineer (Jabodetabek, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara-Aceh, Bali-Lombok, Batam)


Kualifikasi:

* Pria
* Usia dibawah 35 tahun
* Pendidikanminimum SMA
* Mempunyai pengalaman min. 1 tahun di industri telekomunikasi
* Mampu bekerja dalam tim
* Memiliki pengetahuan dasar tentang Health & Safety
* Lokasi penempatan di Jabodetabek, JawaTimur, Sumatra Utara-Aceh, Bali-Lombok, Batam danMakassar.
* Menguasai perangkat Siemens dan Nokia FlexyEdge
* Mampu melakukan Commissioning, Troubleshooting


Jika Anda memenuhi kualifikasi tersebut di atas, silakan kirim Lamaran lengkap, pas Photo terakhir, dan cantumkan posisi & area pada amplop atau subjek email Anda, sebelum 31 Juli 2010 ke:

HRD Department
Komplek D'Best Fatmawati
Jl. Fatmawati Raya No. 15 - Blok C 19
Jakarta Selatan 12420

atau via email ke:

career@mas-indo.com

Rabu, 13 Oktober 2010

Latihan Mata Agar Tak Pakai Kacamata

detikhealth.com, Latihan mata dapat membantu memperkuat indera penglihatan Anda agar terhindar dari penggunaan alat bantu penglihatan alias kacamata. Setidaknya ada tiga latihan yang dapat menyehatkan mata.

Latihan mata sangat dibutuhkan agar terhindar dari pemakaian kacamata. Bahkan, orang dengan mata silindris, insufisiensi konvergensi dan otot mata yang lemah dapat merasakan manfaat yang besar dari latihan mata.

Melakukan latihan mata tidak hanya memperbaiki penglihatan, tetapi juga dapat mengurangi masalah yang disebabkan oleh ketegangan mata, seperti sakit kepala. latihan mata tidak memerlukan waktu yang lama serta dapat dilakukan hampir di mana saja.

Dilansir dari Livestrong, Rabu (13/10/2010), berikut 3 jenis latihan yang dapat menyehatkan mata:

1. 20-20-20
Latihan 20-20-20 dapat membantu mata untuk lebih fokus dan rileks ketika sedang merasa tegang. Untuk melakukan latihan ini, Anda cukup mengatur waktu untuk melakukan hal-hal tertentu dalam waktu 20 menit, misalnya melihat benda tertentu selama 20 menit.

Untuk setiap 20 menit lakukan tugas yang seragam, kemudian ambil waktu 20 detik untuk berkonsentrasi pada objek lain yang berjarak setidaknya 20 kaki (6 meter) dari Anda.

Hal ini memungkinkan mata Anda rileks dan fokus dalam jangka waktu singkat dan kembali ke aktifitas sebelumnya dengan penglihatan yang lebih jelas.

2. Memutar mata
Sama halnya dengan peregangan bahu atau kaki, memutarkan bola mata dapat membuat mata Anda rileks kembali. Latihan ini juga dapat meningkatkan sirkulasi, yang juga memungkinkan peningkatan jumlah nutrisi dan aliran oksigen ke daerah mata.

Menurut Chinese Holistic Health Exercises, latihan memutar mata dapat dilakukan dengan posisi duduk atau berbaring. Buka mata dan putar searah jarum jam setidaknya 20 kali. Berkedip beberapa kali dan kemudian ulangi dengan memutar mata dengan arah yang berlawanan.

3. Jarak fokus
Latihan fokus pada jarak dapat memperbaiki dan membangun kembali penglihatan Anda. Setelah sekian lama mata fokus pada objek dengan jarak dekat, seperti melihat komputer, televisi, dokumen atau objek-objek lain, luangkan waktu beberapa menit setiap hari untuk ke luar ruangan yang memungkinkan mata Anda melihat dengan fokus pada objek yang jauh.

Untuk melakukan latihan ini, temukan objek terjauh yang dapat Anda lihat dan fokuslah pada objek tersebut. Biarkan mata Anda merasakan perbedaan fokus jarak jauh dan dekat. Ini bisa menghindarkan mata Anda menjadi cacat atau menggunakan kacamata.

Minggu, 10 Oktober 2010

"Mimpi Buruk" Mengeluarkannya Dari Kegelapan Menuju Cahaya Islam

Eramuslim.com Sejak kecil Angelene McLaren sudah membangun hubungan yang mendalam dengan "tuhan". Tentu saja "tuhan" yang diyakini dalam agama McLaren yang lahir dan dibesarkan di tengah keluarga penganut Katolik. Ia tidak pernah berpikir untuk pindah agama meski ajaran Katolik diakuinya membingungkan, kontradiktif dan ambigu. Bahkan ketika duduk di sekolah menengah atas. McLaren memutuskan untuk mengabdikan dirinya pada Katolik. Ia menghadiri misa dua kali sehari, melakukan pengakuan dosa sedikitnya seminggu sekali dan melaksanakan semua ritual yang diajarkan para pendeta, dengan satu keinginan agar ia lebih dekat pada "tuhan"nya.


Tapi semakin ia mengenal lebih dalam ajaran Katolik yang dianutnya, McLaren menemukan makin banyak pertanyaan-pertanyaan tentang kehidupan ini yang tidak bisa dijawab oleh ajaran agamanya. Pertanyaan-pertanyaan yang makin hari menekan jiwanya seperti "Siapa dirinya", "Siapa dan apakah tuhan itu sebenarnya?", "Siapa yang menjadi sosok teladan baginya?", "Mengapa tuhan memiliki anak?" dan pertanyaan lain yang tidak mampu dijawab bahkan oleh pendetanya sendiri.

"Pendeta saya hanya mengatakan bahwa saya harus memiliki agama, dan agama itu tidak harus masuk akal, yang penting keyakinan saya terhadap agama itu cukup kuat," kata McLaren menirukan ucapan pendetanya.

"Pernyataan itu tidak memuaskan saya, dan ketika lulus sekolah menengah atas, gereja saya tinggalkan dan mulai menjacari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu," sambungnya.

Sejak meninggalkan gereja, McLaren merasakan kekosongan dalam jiwanya. Untuk melepaskan diri dari kekosongan itu, ia mulai mempelajari aneka agama mulai dari Hindu, Budha, Taoisme dan mempratekannya. Ia bahkan mempelajari ilmu yang berbau sihir meski bukan untuk digunakan untuk tujuan jahat.

"Banyak orang yang menyebut saya gila. Mereka tidak memahami bahwa saya sedang melakukan pencarian, pencarian yang sejati. Tapi itu semua mengecewakan saya karena saya merasa tidak ada yang cocok dengan apa yang saya cari," tutur McLaren.

Hingga suatu hari, adik perempuannya berkunjung dan McLaren terkejut melihat penampilan sang adik yang mengenakan busana longgar dan panjang lengkap dengan jilbab panjang yang menutup bagian dada dan menjulur hingga pergelangan tangannya. McLaren heran melihat pakaian yang dikenakan adik perempuannya itu, apalagi saat itu musim panas dan udara siang itu sangat panas. Setelah mendapat penjelasan, McLaren baru tahu bahwa adiknya sudah menjadi seorang muslimah.

Ia seperti tersentak mendengar kata Islam. Selama ini ia mempelajari banyak agama tapi tidak pernah terlintas dalam pikirannya soal agama Islam. Pengetahuannya tentang Islam sangat minim, begitupula informasi tentang Islam yang ia peroleh penuh dengan stigma negatif tentang Islam.

McLaren lalu memutuskan pindah ke California, masih tanpa agama atau keinginan untuk mempelajari Islam, karena stigma negatif tentang Islam masih begitu melekat di kepalanya. Ia terus melakukan pencarian dan sampailah ia pada titik kulminasi dimana ia merasa putus asa dan menyerah. McLaren pun mencoba untuk tidak memusingkan soal agama dan ia memutuskan untuk menjalani hidup ini apa adanya.

Dua tahun berlalu. Ia bertunangan dengan salah seorang reman kuliahnya. Hidup McLaren belum berubah. Tanpa agama, tanpa keyakinan akan Tuhan. Jauh di dasar hatinya mengatakan bahwa hidupnya berantakan, tapi McLaren berusaha menepisnya hingga ia mengalami malam yang aneh.

Ketika itu, menjelang kepulangannya ke rumah orang tuanya di Michigan untuk mengurus pernikahannya. McLaren bermimpi buruk, mimpi terburuk yang pernah dialaminya selama hidup. "Dalam mimpi itu saya melihat dua laki-laki, ukuran tubuhnya sangat tinggi dan berpakaian serba putih berdri di ujung tempat tidur. Saya pikir mereka alien atau malaikat, saya tidak tahu pasti. Tapi saya sangat ketakutan dan mencoba menghindar dari kedua lelaki itu. Tapi makin saya menghindar, saya merasa semakin dekat dengan mereka," ungkap McLaren.

Ia melanjutkan, "Akhirnya, dalam mimpi itu, kami sampai di sebuah puncak gunung yang sangat tinggi, dibawahnya terbentang samudera luas, berwarna merah seperti darah dan panas seperti lava. Kedua lelaki itu menyuruh saya melihat ke arah samudera itu dan apa yang saya lihat masih jelas saya ingat sampai saya mati. Samudera itu penuh dengan orang yang telanjang dan dibolak-balik berkali-kali, seperti daging yang dipanggang di atas api."

"Orang-orang itu berteriak 'tolong kami, tolong kami!'. Saya merasa bahwa apa yang saya lihat ada neraka. Saya sangat ketakutan. Tapi ketika saya menceritakan mimpi itu pada tunangan saya, ia hanya tertawa dan mengatakan bahwa imajinasi saya terlalu berlebihan. Tapi saya sulit melupakan mimpi itu," papar McLaren.

Ketika pulang kampung ke Michigan itulah, ia bertemu dengan saudara perempuannya yang lain dan seorang sepupunya yang ternyata juga sudah memeluk agama Islam. Rasa ingin tahunya tentang Islam pun mulai muncul, lalu ia meminta pada saudara perempuannya itu untuk memberikan buku-buku tentang Islam yang bisa dibacanya. Dan buku pertama yang dibaca McLaren berjudul "Description of the Hell Fire".

"Apa yang saya lihat dalam mimpi saya ada di buku itu. Rasa ingin tahu saya makin besar dan saya mulai banyak membaca dan membaca, datang ke ceramah-ceramah, mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Semakin saya belajar tentang Islam, otak dan hati saya makin kuat mengatakan bahwa inilah yang selama ini saya cari," ujar McLaren.

Ia akhirnya memutuskan untuk memeluk Islam. Persoalan pun menghadangnya, karena tunangannya tidak mau ikut masuk Islam. McLaren harus memilih antara tunangannya atau Islam dan ia tahu keputusan yang paling tepat adalah bersyahadat dan menjadi seorang muslimah.

"Allah Swt mengatakan jika Anda benar-benar beriman kepada-Nya dan Rasul-Nya, maka Ia akan mengujimu. Itulah ujian buat saya. Meski merasakan kepedihan yang sangat karena kehilangan seorang tunangan, saya tetap memilih masuk Islam," tandas McLaren.

Sekarang, sudah enam tahun McLaren memeluk Islam. Ia memilih nama Sumayyah sebagai nama Islamnya. Sumayyah bekerja sebagai wartawan dan humas. Ia hidup bahagia dengan seorang suami yang baik dan dikaruniai seorang putra.

"Buat mereka yang benar-benar menginginkan petunjuk, Allah Swt berfirman bahwa Dia akan memberikan petunjuk bagi mereka dari kegelapan menuju cahaya dan itulah yang Allah berikan untuk saya," ujar Summayah menutup kisahnya menjadi seorang muslimah.

Minggu, 03 Oktober 2010

Yogyakarta Wajib Lestarikan Bahasa Jawa

KOMPAS.com--Masyarakat Yogyakarta mempunyai kewajiban untuk melestarikan bahasa Jawa sebagai bagian dari budaya Jawa, kata Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat Sri Sultan Hamengku Buwono X.


"Para ahli memprediksikan pada 2010 sekitar separuh dari 5.000-6.000 bahasa yang ada akan sirna karena tidak ada yang menggunakannya lagi. Oleh karena itu, kita wajib untuk melestarikan bahasa Jawa," katanya di Yogyakarta, Sabtu.

Menurut dia, pada syawalan dengan "abdi dalem" Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, bahasa Jawa merupakan bahasa yang banyak digunakan oleh sekitar 40 persen warga di seluruh Nusantara.

"Bahasa tidak bisa dipisahkan dari kebudayaan dan sebagai salah satu sarana untuk mewujudkan tata krama, tata susila, dan budi pekerti yang luhur," kata Sultan yang juga Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Ia mengatakan, tanpa bahasa tidak akan ada kebudayaan karena memang bahasa adalah sumbernya.

Oleh karena itu, bahasa yang dimiliki harus bisa terus dilestarikan, katanya menambahkan.

"Dalam kehidupan sehari-hari kita harus ingat pada para leluhur yang dalam menjalankan kehidupannya memakai falsafah `sepi ing pamrih rame ing gawe`yang artinya ringan dalam menolong sesama," katanya.

Sesepuh "abdi dalem" Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat GBPH Yudhoyono mengatakan, seluruh "abdi dalem" menyampaikan rasa terima kasih kepada Sultan karena telah diterima untuk mengunjungi rajanya.

"Kami juga menyampaikan permintaan maaf dari seluruh `abdi dalem` yang berjumlah sekitar 1.500 orang atas kesalahan baik pada tingkah laku maupun ucapan yang disengaja maupun tidak disengaja," katanya.

Pada syawalan tersebut "abdi dalem" memberikan persembahan kepada Sultan berupa tembang atau lagu yang berjudul "Bowo Sekar Ageng Kuswo Lalito" dan "Ketawang Sri Gumawang Laras Slendro Pathet Manyuro".

Menjaga Batik agar Tak Jadi Tren Sesaat

KOMPAS.com — Pernahkah Anda membuka almari pakaian dan menghitung jumlah batik di situ? atau sekadar duduk di warung kopi dan menghitung jumlah orang berpakaian batik di depan Anda?


Semenjak pengakuan terhadap batik sebagai budaya tak benda warisan manusia Indonesia oleh UNESCO satu tahun lalu, diikuti penetapan 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, antusiasme masyarakat Indonesia untuk mengenakan batik melonjak.

Jika 10 tahun lalu mungkin hanya orangtua yang mengenakan batik—itu pun sebagai kain panjang atau kemeja resmi—maka sekarang remaja dan kalangan muda usia produktif pun makin nyaman beraktivitas berbusanakan batik.

Batik tak lagi muncul dalam acara-acara resmi yang membosankan, tetapi juga dalam gaya-gaya kasual nan chic dan segar.

Batik berevolusi dalam segala bentuk busana seiring dengan imajinasi dan kreativitas perancang busana ternama Indonesia.

Selain deretan rancangan adibusana yang mewah, batik juga tampil dalam berbagai desain santai yang jauh lebih sederhana dengan harga jauh lebih murah.

Dari Presiden, kalangan profesional, artis terkenal, anak-anak sekolah, hingga tukang becak di sudut jalan mengenakannya karena batik tak mengenal status sosial.

Namun, euforia itu tampaknya tak cukup bagi seorang Edward Hutabarat. Perancang busana nasional ternama ini ingin mengajak masyarakat Indonesia tidak hanya mengenal lembar demi lembar batik secara fisik, tetapi juga mengetahui cerita di balik pembuatan batik.

"Seseorang boleh jadi memiliki puluhan koleksi busana batik dan mampu menyebutkan perbedaan setiap coraknya dengan fasih. Namun, tidak setiap orang mengetahui 'backstage' (kisah di balik) setiap jenis batik," kata Edward dalam peluncuran kampanye Cintaku Pada Batik Takkan Pernah Pudar, Jumat di Museum Nasional, Jakarta.

Tampil dalam balutan kemeja batik lengan pendek bercorak biru dengan dasar putih, pria kelahiran Tarutung, Sumut, itu mengungkapkan kekhawatirannya apabila batik hanya menjadi tren sesaat yang hilang begitu bergeraknya sang waktu.

Oleh karena itu, ia menegaskan perlunya membangun kesadaran kepada masyarakat Indonesia agar batik tidak hanya menjadi tren sesaat. "Agar identitas dan kecintaan batik di kehidupan modern ini tidak memudar," katanya.

Masyarakat Indonesia, katanya, mengemban tanggung jawab besar untuk melestarikan batik sebagai warisan budaya bangsa.

Untuk itu, dia menganjurkan setiap orang mengetahui "backstage" setiap jenis batik di Indonesia, minimal batik yang menjadi koleksinya.

"Jangan hanya batiknya, tetapi misal kuliner dari daerah itu, bagaimana kehidupan masyarakatnya, atau kesenian yang lain," kata pria yang mengaku telah melakukan perjalanan ke Cirebon, Pekalongan, Yogya, Solo, dan sejumlah kota penghasil batik lainnya.

Dengan bangga dia menunjukkan sejumlah koleksi foto yang menjadi bukti bagian dari perjalanannya menemukan akar dari setiap lembar kain batik yang menjadi ciri khas daerah-daerah yang membuatnya.

"Batik tidak hanya sekadar wujud fisik busana khas Indonesia, tetapi terdapat proses panjang, cita rasa, dan estetika yang dibalut dengan perasaan dalam pembuatannya," katanya.

Edward yang sore itu menampilkan beberapa koleksi terbarunya menegaskan bahwa setiap goresan canting dalam proses pembuatan batik melibatkan emosi dan memesankan banyak aspek kehidupan lingkungan sekitarnya.

Tradisi Indonesia

Kapan tepatnya orang Indonesia mengenal batik dan muasal kata batik, hal itu menjadi perdebatan hingga sekarang sekalipun sejumlah pihak menyebutkan bahwa batik telah menjadi bagian kehidupan rakyat Indonesia sejak era Majapahit.

Namun, sebuah foto keluarga RA Kartini yang berusia lebih dari 100 tahun lalu menunjukkan bahwa lebih dari 100 tahun lalu masyarakat Indonesia, Jawa khususnya, telah sangat akrab dengan batik.

Di Indonesia, tradisi membatik diturunkan dari generasi ke generasi, dari ibu kepada anaknya, dari nenek kepada cucunya.

Oleh karena itu, pada zaman dahulu satu asal motif dapat dikenali dari keluarga tertentu dan menunjukkan status seseorang.

Menurut Edward, setidaknya perlu 20-25 tahun sampai seseorang bisa diakui sebagai seniman batik ulung.

"Butuh 20-25 tahun untuk dapat menggambar semua jenis motif batik karena batik lebih dari sekadar menggambar di atas kain. Ini adalah pekerjaan yang dilakukan dengan hati," katanya.

Sejumlah kota di Pulau Jawa hingga Madura dikenal memiliki corak kain batik yang sangat khas.

Batik-batik dari pesisir—Pekalongan, Cirebon, dan Tuban—memiliki corak dan warna yang lebih beragam karena interaksi warga setempat dengan para pendatang.

Pengaruh asing itu memperkaya kreasi batik, sampai-sampai di era penjajahan Eropa muncul motif bunga tulip dan kereta kuda dalam batik.

Sementara itu, batik-batik dari Yogya dan Solo cenderung mengambil warna tanah dengan motif-motif rumit dan kecil.

Edward lalu berbagi tips merawat kain atau busana batik agar warnanya tetap cemerlang, tidak pudar, dan tahan lama.

Ia menuturkan, untuk mencuci selembar kain batik koleksinya yang berusia sekitar 50-an tahun dibutuhkan perlakuan-perlakuan khusus.

"Saya menggunakan air panas dan menyiapkan empat ember air untuk mencuci satu lembar kain batik kuno," katanya, didampingi Senior Manager Product Development PT KAO Indonesia Seiji Kikuta.

Pria kelahiran 31 Agustus itu mengatakan satu ember berisi air panas, sedangkan tiga ember yang lain berisi air dingin.

"Sabun pencuci dilarutkan dalam air panas, lalu kain direndam. Kemudian, kain itu dipindahkan ke tiga ember yang lain bergantian," katanya.

Kemudian, kata dia, kain batik ditumpuk dengan handuk kering dan dijemur dengan menggunakan peralon (pipa plastik) atau bambu.

Adapun Kikuta yang sore itu mengenakan batik lengan panjang bewarna merah mengaku bahwa KAO memahami kesulitan dan kekhawatiran konsumen Indonesia saat mencuci batik kesayangannya.

Hal itulah yang menginspirasi perusahaan global yang telah lebih dari 25 tahun berada di Indonesia itu untuk menawarkan inovasi baru: pencucian modern serta praktis dan lembut untuk menjaga warna batik tidak pudar.

"Kami ingin memberikan sebuah inovasi khusus untuk masyarakat Indonesia," katanya dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.

Peluncuran kampanye Cinta Pada Batik Takkan Pernah Pudar itu ditutup peragaan busana 17 karya Edward yang keseluruhannya merupakan busana wanita.

Perancang yang telah menggeluti dunia busana selama 30 tahun itu kali ini menggunakan batik bercorak mega mendung dan pagi-sore dalam berbagai busana kasual, mulai dari jas pendek, rok bergaya babydoll, jaket panjang, gaun berpotongan lebar di bagian bawah, dan gaun-gaun bermodel kemben.

Melalui peragaan ini, Edward agaknya ingin memberi teladan tentang bagaimana kita seharusnya memberlakukan batik agar budaya bangsa yang telah diakui di kancah internasional ini tidak menjadi tren sesaat.

Lowongan Kerja Oktober 2010




KOPKARLA (Koperasi Karyawan Lintasarta)
Advertised: 24-9-10 | Closing Date: 24-10-10

URGENTLY REQUIRED

Koperasi Karyawan Lintasarta (KOPKARLA) sebagai bagian dari PT. Aplikanusa Lintasarta

yang bergerak di bidang Jasa, Pengembangan SDM, IT dan Perdagangan Besar membuka kesempatan kepada kandidat yang berkualitas, energik, dinamis, berani menerima tantangan dan memiliki visi pengembangan SDM untuk bergabung bersama kami sebagai :

Teknisi
(Jakarta Raya)

Requirements:

* Pria, usia maksimal 25 thn
* Pendidikan minimal SMK/D1 Teknik Elektro
* Memiliki kemampuan komunikasi interpersonal yang baik
* Mampu bekerjasama dalam tim
* Memiliki motivasi berprestasi yang tinggi
* Memiliki intelligensi yang baik seperti kemampuan umum, logika teknis, kemampuan teknik mekanik dan daya analisa yang tinggi
* Memiliki pengalaman minimal satu tahun di bidangnya

Jika Anda memenuhi kualifikasi yang diinginkan dan berani untuk menerima tantangan ini maka segera kirim resume lengkap beserta expected salary yang Anda inginkan (paling lambat 2 pekan setelah iklan ini) ke:


SDM KOPKARLA
Graha Kanaan Lt. 5
Jln. R.A. Kartini (TB Simatupang) No 18
Jakarta Selatan 12430
atau
Email ke: melisa@lintasarta.co.id

Tulis kode posisi (TEK) di subject email

Popular Posts

Anker's Members :

In Memoriam :