Featured Article

Minggu, 30 Mei 2010

Lowongan kerja Mei 2010

DIBUTUHKAN SEGERA

Kami adalah salah satu perusahaan telekomunikasi yang sedang berkembang dan berkantor pusat di Jakarta, saat ini sedang membutuhkan sejumlah kandidat karyawan untuk mengisi posisi sebagai :
Teknisi Radio dan Transmisi [ Kode : TRT ]

Kriteria Khusus

* Menguasai standard instalasi, testing, commissioning & troubleshooting BTS Siemens (2G & 3G)
* Menguasai standard instalasi, testing, commissioning & troubleshooting TRM Siemens (2G & 3G)
* Familiar dalam menggunakan test tool BTS & TRM, misal Site Master, BER Tester, & TEMS
* Bersedia ditempatkan di area mana pun di Propinsi Riau, Propinsi Sumatra Barat & Propinsi Kepri, berikut rotasinya di kemudian hari
* Pendidikan STM Jurusan Teknik Listrik / Mesin / Elektro dengan nilai minimal 7
* Maksimal berumur 25 tahun pada tanggal 30 Juni 2010

Kriteria umum

* Bersedia untuk bekerja dalam proyek pemeliharaan site
* Pengalaman kerja sebelumnya minimal 2 tahun di bidangnya masing-masing
* Mampu berpikir business oriented
* Mempunyai kemampuan berkomunikasi secara profesional, baik dg customer, team maupun masyarakat
* Bertanggung jawab untuk melakukan pelaporan kepada atasan masing2 & kepada customer, baik lisan maupun tulisan
* Sigap dalam merespon komplain & permintaan dari atasan & customer
* Bersedia bekerja dengan sistem kontrak
* Menyukai tantangan dan bersedia untuk belajar tentang hal-hal yang baru
* Mempunyai SIM A & dapat mengemudikan mobil dengan baik
* Bersedia bekerja kapan pun sesuai tuntutan pekerjaan, termasuk berkerja di malam hari & hari libur
* Mampu bekerja mandiri dan bekerja dalam satu tim
* Menguasai komputer & program2 aplikasi kantor berbasis Windows
* Menguasai penggunaan modem & internet


Silakan kirim Surat Lamaran Kerja, CV, copy ijazah terakhir yang telah dilegalisir, copy sertifikat pelatihan, copy KTP, foto, dan dokumen terkait untuk ditujukan kepada :


HR Manager

PT. Xerindo Teknologi

Pondok Pinang Center B-26

Jl. Ciputat Raya, Pondok Pinang, Jakarta 12310

atau ke alamat email : recruitment.ppc@gmail.com dan hrd@xerindo.com

Jumat, 21 Mei 2010

Merajut Ikatan Yang Kokoh, Siapkah?

Siang cukup terik. Laki-laki tampan itu, sebut saja Adi, termangu. Memandangi sepucuk foto seorang muslimah di tangannya. Empat hari yang lalu dia baru saja dipertemukan dengan muslimah yang ada di foto tersebut. Foto itu memang tak begitu jelas menggambarkan paras muka si muslimah, sebut saja Ifa.

Tapi, setelah bertemu dengan Ifa, mendadak hatinya diselimuti keraguan luar biasa. Kalau masalah perbedaan status sosial yang mencolok, antara keluarganya yang cukup terpandang dengan keluarga Ifa yang sangat bersahaja, dia tak mempermasalahkan. Tapi, yang menjadi sumber keraguannnya adalah karena paras Ifa sangatlah ‘biasa’ (kalau tidak mau dibilang ‘tidak cantik’). Sementara dia, perawakannya gagah, sangat tampan, bahkan beberapa anggota keluarganya ada yang menjadi aktor. Ditambah pula dia memiliki karir yang cukup menjanjikan. Hmm, sungguh modal yang sangat cukup untuk memikat hati siapa pun wanita yang diincarnya.

Untunglah, Adi memilih jalan yang suci untuk mencari pasangan jiwanya, melalui perkenalan yang Islami. Mempercayakan pada guru ngajinya semata, tanpa pernah sekali pun bertemu dengan muslimah tersebut sebelumnya.

Tapi kini ia menjadi ragu dengan langkahnya sendiri. Haruskah ia lanjutkan proses ini? Atau ditolak saja, karena rasanya ‘sangat tidak sepadan’? Apalagi si muslimah juga belum selesai kuliah. Huh, tentu lebih ribet lagi urusannya.

Waktu lima hari untuk mengambil keputusan, seperti yang diberikan oleh guru ngajinya, tinggal sisa satu hari lagi, hari ini. Ya, tinggal hari ini dia harus memikirkan kelanjutan dari proses perkenalannya dengan Ifa. Istikharahnya selama beberapa hari, nampaknya belum mampu membulatkan tekadnya. Masih saja ia gamang.

Namun karena ini hari jumat, dan dia berkewajiban melaksanakan sholat jumat, sejenak dia mencoba melupakan pergulatan batinnya itu. Segera ia bersiap diri menuju ke masjid untuk sholat jumat. Khusyu’ dia mendengarkan khotbah yang disampaikan dengan runtut oleh khatib.

Sampai pada satu hadist yang dinukil sang khatib, “... Akan tetapi, nikahilah seorang wanita karena agamanya. Sebab, seorang budak wanita yang shalehah meskipun buruk wajahnya adalah lebih utama."

Sang khatib melanjutkan: "Bukankah, jika seorang laki-laki tertarik pada seorang wanita, maka apa-apa yang ada pada wanita itu, juga ada pada wanita lainnya?"

Hadits yang sebenarnya juga telah sering ia dengar itu, kali ini membuatnya tersentak, seperti tersetrum listrik!

“Allahu, tampilan fisik bukanlah segalanya. Meskipun tak cantik, dari pertemuan kemarin aku tahu Ifa gadis yang 'iffah, sangat menjaga rasa malunya, seperti namanya. Kenapa aku mesti ragu?”

Dia merasa sangat tercerahkan dengan hadist tersebut. Tanpa sadar, air matanya pun mengalir perlahan. Bukan air mata kesedihan, tapi air mata kebahagiaan. Inilah jawaban yang ia cari-cari selama beberapa hari ini. Dan kini dadanya terasa lapang, seolah sebongkah batu yang beberapa hari ini menindihnya telah terangkat. Sambil terisak dia tersenyum, karena dia tahu jawaban apa yang harus dia sampaikan pada guru ngajinya esok hari.

Setelah 15 tahun-an berlalu, kulihat dengan mataku sendiri, pasangan yang mulia itu selalu kelihatan rukun, penuh cinta, dan saling bahu-membahu dalam dakwah. Subhanallah...

Teringat aku ucapan Ibnu Qoyyim dalam bukunya 'taman orang-orang jatuh cinta & memendam rindu' : 'Allah menjadikan penyebab kesenangan adalah keberadaan istri. Andaikata penyebab tumbuhnya cinta adalah rupa yang elok, tentunya (wanita) yang tidak memiliki keelokan tidak akan dianggap baik sama sekali. Kadangkala kita mendapatkan orang yang lebih memilih pasangan yang lebih buruk rupanya, padahal dia juga mengakui nilai keelokan (wanita) yang lain. Meski begitu, tidak ada kendala apa-apa dalam hatinya. Karena kecocokan akhlaq merupakan sesautu yang paling disukai manusia, dengan begitu kita tahu bahwa inilah yang paling penting dari segalanya. Memang bisa saja cinta tubuh karena sebab-sebab tertentu. Tetapi cinta itu akan cepat lenyap, dengan lenyapnya sebab.'

Hmm, kalau bahasa ringkasnya mas fauzil, 'kecantikan wajah terletak di nomor kesekian. Jauh lebih penting dari kecantikan wajah adalah kesejukan wajah Anda ketika suami memandang.'

Subhanallah, jika kriteria fisik jadi patokan utama dalam memilih jodoh, apakah jadinya 20 atau 50 tahun setelah pernikahan mereka? Akan lenyapkah juga cinta yang dulu berbinar-binar, seiring kecantikan yang dimakan usia?

Memang, tak serta merta orang bisa ikhlas menerima seorang lain sebagai pasangan hidupnya. Namun, seseorang yang imannya terpagari dengan kuat, maka seleranya akan dituntun pula oleh iman pada Rabbnya. Di sinilah letak pentingnya kekuatan ruhiyah, termasuk bagi mereka yang sedang ikhtiaruz zawaj. Jika ikhtiar ini dilakukan dalam posisi kering ruhiyah, maka percayalah pilihan akan jatuh dengan hanya mempertimbangkan selera yang 'dangkal'. Tetapi, jika terus dipagari dengan ruhiyah tinggi, maka percayalah Allah yang akan menjaga dan menuntun kita untuk mendapatkan pasangan yang paling baik.

Ini tidak hanya berlaku untuk laki-laki, tetapi juga perempuan. Karena sebagaimana kata pak cahyadi dalam bukunya: laki-laki berhak memilih, tapi juga jangan salahkan wanita, karena wanita berhak menolak.

Wanita juga punya kecenderungan, punya selera, dan bisa saja pilihannya jatuh pada kriteria yang dangkal ketika ruhiyahnya tak terpagari dengan kuat.

Masalahnya, sudahkah persiapan ruhiyah ini dilakukan oleh para lajang pencari jodoh? Atau mereka lebih sibuk mempersiapkan yang artifisial semata seperti: rancangan acara walimah, kemana berbulan madu, pemenuhan berbagai kebutuhan rumah tangga, dan seterusnya?

Saya ingat, ada seorang lelaki shalih, yang sebenarnya memendam perasaan terhadap muslimah teman sekampusnya, sebut saja Ani. Rasa itu beratahun-tahun terpendam rapat dalam hatinya, hanya adiknya seorang yang ia beri tahu. Suatu saat, tiba-tiba guru ngajinya memanggilnya, mengatakan bahwa ada seorang muslimah yang sudah siap menikah, dan al-akh tersebut ditawarkan untuk segera 'maju'. Dan, muslimah tersebut ternyata adalah Ani!

Al-akh tersebut tersentak, seperti pucuk dicinta ulam tiba, tentu saja. Namun, pada saat yang sama, dia merasa ruhiyahnya sedang sangat drop, dengan berbagai masalah yang sedang melingkupi dirinya. Berat bagi dirinya untuk mengambil keputusan dalam kondisi ruhiyah kering kerontang seperti itu. Setelah menmpertimbangkan beberapa hari melalui istikhoroh, dia menghadap guru ngajinya dan berkata, "Ustad, afwan saat ini saya belum siap, silahkan ikhwan yang lain saja."

Subhanallah, dia memenangkan keimanannya, dengan pengorbanan melepaskan cinta pada tambatan hatinya yang telah ia pendam bertahun-tahun. Dia sangat takut, andaikata dia maju dalam kondisi ruhiyah berantakan seperti itu, maka pernikahan yang terjadi akan jauh dari keberkahan. Dia percaya, akan datang penggantinya yang lebih baik pada saat yang tepat, pada saat dia merasa siap, terutama secara ruhy. Subhanallah, wal hamdulillah..

Sungguh indah Allah menggambarkan pernikahan sebagai al-miitsaq ghoolidzo, ikatan yang kokoh. Ikatan yang diharapkan tak akan tercederai selamanya. Maka, sungguh indah pula perumpamaan yang Allah gambarkan:

Wanita yang (akhlaknya) buruk adalah untuk laki-laki yang (akhlaknya) buruk, dan laki-laki yang (akhlaknya) buruk untuk wanita yang (akhlaknya) buruk pula. Wanita yang baik-baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik-baik untuk wanita yang baik-baik pula. (An-Nur 26)

* based on the true story, curahan hati seorang mak comblang yang mulai miris dengan fenomena aneh di sekelilingnya.

** jazakallah khairan pada suamiku yang telah bersedia memilihku, bukan karena keelokan wajah, karena aku memang tidak memililkinya :)

Nasi, Garam Dan Minyak Jelantah

Siang hari yang panas menjelang zuhur, saya masih bermadikan keringat sehabis mengikuti "aksi" menolak kedatangan BUSH yang berakhir di Bundaran masjid Agung. Karena begitu dahaga, saya dan beberapa orang teman, kemudian mencari penjual minuman dan makanan kecil yang banyak di sekitar masjid megah itu.

Setelah puas menghilangkan dahaga, saya dan beberapa orang teman kemudian sedikit kebingungan untuk membuang limbah plastik, sisa minuman dan makanan. Akhirnya kami pun mendapatkan akal untuk membuangnya di sela-sela pagar yang mengitari masjid itu. Ketika hendak beranjak meninggalkan temapt kami nongkrong tadi, tiba-tiba datang seorang laki-laki bertubuh legam dan berpakaian lusuh mengambil plastik, yang masih berisi es dan cuka empek-empek yang telah kami buang. Dan mau tahu apa yang dilakukan laki-laki itu. Saya melihatnya, laki-laki itu meminum es yang masih tersisa di plastik yang telah saya buang. Setelah puas, kemudian ia kembali mengambil plastik yang masih berisi cuka empek-empek. Dan menghirupnya sampai habis. Kemudian membuang plastiknya dan meninggalkan saya dan teman-teman yang masih tertegun menyaksikan kejadian yang hanya berlalu beberapa detik itu.

Sesampai di rumah menjelang magrib, saya kembali teringat kejadian siang tadi. Hati saya miris menangis dan merasa begitu bodoh dan tersindir. Selama ini saya jarang bersimpati kepada pengamen di bus-bus yang bobrok atau pengemis-pengemis yang banyak berjajar di jematan-jembatan penyeberangan. Toh saya pikir mereka hanya manusia-manusia pemalas yang hanya menggantungkan hidupnya dari belas kasihan orang lain. Namun, saya tidak pernah berpikir serius, ternyata kehidupan begitu keras, hingga membuat banyak orang yang kelaparan dan makan dengan mengais-ngais sisa makanan orang lain yang telah dianggap sampah.

Tiba-tiba ingatan saya, tertuju pada kejadian belasan tahun yang lalu. Waktu itu saya masih bocah ingusan yang baru duduk di sekolah dasar. Salah satu teman bermain saya, sebut saja namanya Ita pernah bertanya kepada saya.

“Eh, kamu kalo makan, senengnya pake lauk apa,” tanyanya.

Sayapun kemudian menjawabnya dengan bercerita dengan panjang lebar. Dengan bangga saya mengatakan kepadanya, bahwa tiap hari saya makan dengan lauk pauk yang serba mewah, tentu dengan dibumbui kebohongan di sana-sini, dengan tujuan agar dia merasa iri. Namun di luar dugaan saya, dia hanya tersenyum tipis dan kemudian berkata kepada saya.

“Oh, kalo aku di rumah, paling seneng makan nasi sama garam dan minyak jelantah,” ujarnya bangga.

Mendengar semangatnya ia bercerita tentang makanan favoritnya itu, membuat saya mersa iri. Hingga pada suatu kesempatan ketika saya bertandang kerumahnya yang sempit dan berlantai tanah, sayapun memintanya untuk menunjukkan makanan favoritnya itu. Sesampainya dirumahnya, teman saya itupun menunjukkan makana favoritnya itu, dan akhirnya terjawablah sudah pertanyaan saya bagaimana bentuk si minyak jelantah itu. Minyak sisa menggoreng yang warnanya sudah menghitam, mungkin karena seringnya digunakan untuk menggoreng. Kemudian ia mencampurnya dengan garam dan menuangkannya di atas nasi putih, untuk kemudian memakannya dengan lahap. Begitu irinya saya melihat dia melahap makanan favoritnya itu, hingga saya pun buru-buru pulang ke rumah, tentu karena penasaran dengan rasa makanan favoritnya itu.

Sesampai dirumah, mulailah saya mencari “sang minyak jelantah” di atas penggorengan yang warnanya tidak sehitam ketika saya lihat di rumah Ita teman saya. Kemudian mencampurnya dengan garam, dan menyiramkannya di atas sepiring nasi putih yang telah saya siapkan. Satu suapan masuk kemulut saya. Alhasil sayapun muntah.

Saat itu yang ada dipikiran kecil saya, adalah perasaan iri kepada teman saya Ita. Mengapa dia begitu menikmati makanan favoritnya itu, sedangkan saya malah memuntahkannya. Apakah ada yang salah denagn lidah saya? Menjelang dewasa, sayapun mengerti dengan sendirinya. Ya, sang Ita mungkin telah terbiasa dengan nasi, garam, dan minyak jelantahnya. Hingga yang ada di lidahnya, bukan lagi enak, tahu tidak enaknya ketika makanan itu masuk kemulutnya, tetapi lebih kepada kebutuhan perut yang tidak bias menimbang untuk memilih makan yang masuk kedalamnya. Seperti juga dengan lelaki lusuh yang saya temui di dekat masjid Agung itu. Mengapa lelaki itu tidak mersa jijik ketika memakan sampah sisa makanan orang lain.

Saya memang bukan seorang anak konglomerat yang memiliki perusahaan yang tersebar di seluruh Indonesia. Tetapi bukan juga sang Ita yang makan dengan nasi, garam dan minyak jelantah. Cukuplah untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan asupan gizi yang lumayan. Ketika saya begitu nelangsa, karena uang kiriman dari orang tua, tidak sebanyak yang diterima oleh teman saya yang memiliki laptop dan kamera digital. Saya mencoba untuk mencambuk hati saya dengan mengenang ita teman kecil saya. Ketika saya merasa begitu miskin karena tidak semua keinginan saya bisa semuanya terwujud. Saya mencoba untuk lebih banyak melihat ke bawah. Pengamen-pengamen cilik dengan pakaian kumal dan kericikan lusuhnya. Mbah-mbah di pasar tradisional yang menjual sayuran yang sudah layu. Wanita-wanita muda yang usianya mungkin jauh di bawah saya di tempat-tempat pengisian bahan bakar. Gadis kecil yang sering meneriakkan nasi uduk di tempat kos saya yang lama. Bapak penjual empek-empek yang berjalan lebih dari 20 Km. Melihat itu semua, membuat saya merasa begitu kecil. Ternyata selama ini saya baru sadar. Uang ongkos angkot saya pergi dan pulang dari kampus. Makanan-makanan yang saya beli di warung-warung nasi. Cemilan yang menemani malam-malan saya. Pulsa di hp butut saya. Buku-buku yang dengan bangganya saya pamerkan kepada teman-teman saya. Fotokopian tugas kuliah saya. Ternyata semua itu berasal dari kiriman orang tua saya setiap bulan. Dan bentuk belas kasihan dari sang Maha Pemberi kepada diri saya yang hina dan kikir untuk berinfak walau hanya seribu, dua rupiah. Dan semua itu membuat saya malu, sungguh. Wallahu’alam.

Senin, 17 Mei 2010

Trik 'Menyulap' Kartu Sim Biasa untuk iPad 3G

Jakarta - Di Indonesia, boleh dibilang belum ada operator yang secara resmi menyediakan Sim Card Micro. Hal ini menjadi masalah tersendiri bagi para pengguna iPad 3G. Pasalnya, komputer tablet ini menggunakan Sim Card yang ukurannya lebih kecil dari Sim Card biasa tersebut.

Beruntung ada John Benson, pengguna iPad asal Inggris yang bisa mengubah Sim Card biasa menjadi Sim Card Micro. Dengan menggunakan pisau pemotong daging, Benson sukses menyulap Sim Card Vodafone miliknya yang berukuran normal, menjadi Sim Card Micro yang muat pada slot di iPad.

Benson menuturkan, Sim Card berukuran normal yang kemudian diubah ke bentuk Sim Card Micro, tetap dapat berfungsi dengan baik pada iPad. Karena pada dasarnya, ukuran Sim Card normal yang lebih besar, tak lain hanya karena dominasi bahan plastik di sekeliling area kontak Sim Card berwarna emas. Sehingga dengan memotong sebagian bahan plastik di sekelilingnya, secara elektronik tidak akan mempengaruhi fungsinya.

Anda pun bisa melakukannya. Tutorial menyulap Sim Card biasa menjadi Sim Card Micro, dijelaskan dengan gamblang oleh Benson dalam blog pribadinya, yang dikutip detikINET, Senin (17/5/2010). Berikut adalah ringkasannya:

1. Pertama, gunakan sebuah Sim Card Micro untuk membuat pola pada Sim Card biasa yang akan dipotong.
2. Pastikan dua buah garis yang ada pada bagian tengah Sim Card Micro harus sejajar dengan dua garis serupa yang terdapat pada Sim Card biasa.
3. Dengan menggunakan pisau pemotong daging, tekan sekeliling bagian Sim Card yang akan dipotong, hingga terbentuk garis.
4. Setelah itu, Sim Card biasa dipotong menggunakan gunting, mengikuti garis yang dihasilkan dari tekanan pisau.
5. Jika sudah selesai, Sim Card biasa pun kini seukuran dengan Sim Card Micro.


Jika masih ragu-ragu, disarankan untuk berlatih dulu menggunakan Sim Card murah. Tak kalah penting lagi, perlu diingat bahwa ketika memotongnya, lakukan dengan sangat hati-hati agar jangan sampai mengenai area kontak Sim Card berwarna emas, dan juga tidak melukai tangan Anda. Selamat mencoba!.

Tak punya Sim Card Micro untuk jadi panduan pada langkah pertama di atas? Coba gunakan template yang ada di situs Softpedia.(detik.com)

Selasa, 11 Mei 2010

Lowongan Kerja Mei

TRANSDATA SATKOMINDO, PT


PT. Transdata Satkomindo is a vendor of network and telecommunication equipment of a worldwide telecommunication ZTE. Since established in 2002, We have delivered many services installation & deployment in the Enterprise and Telco for the following :


* Security (Firewall, VPN, UTM)
* Access Network (DSLAM, GPON, MSAN)
* Optical Transport Network (SDH, DWDM)
* Storage (NAS, SAN, VTL, etc)

Right now our company is seeking for people with right qualification to join with us :
NETWORK ENGINEER / TECHNICAL SUPPORT

Qualification NETWORK ENGINEER:

* Male, age between 21-29 years old
* Minimum D3/S1 Computer Science/Electrical Engineering
* Minimum experience 1 year in IT/Telecommunication field
* Extensive operational experience with the enterprise/carrier-class routers and switches (Cisco, Juniper and Nortel)
* Have an IP Network troubleshooting skill
* Experience with standard network change management and configuration policies
* In-depth knowledge of network monitoring and other network administrative tools
* Network certification (or equivalent training/experience) preferred. (CCNA)

Qualification TECHNICAL SUPPORT:

* D3/S1 Min Education IT / System Informatics
* Maximum 27 years old
* Experience as a Technical Support min. 1 year
* Mastering Hardware & Software Troubleshooting
* Understand Cabling, and maintenance of wired and wireless networks
* More desirable if you have MCSE or CCNA certification
* Willing to travel


If you’re the people we’re looking for, please submit your application letter & photographed cv to:

ezra@transatkomindo.co.id

or

tris@transatkomindo.co.id

Selasa, 04 Mei 2010

Wanita Jepang di Depan Pintu Masjid

Sebuah cerita yang mungkin mampu menggugah kita untuk menjadi orang ISLAM yang harus indah seperti ajarannya. Semoga kita bisa menjadikan ajaran ISLAM sebagai pedoman dan dasar dalam kehidupan, bukan hanya sekadar hiasan di KTP...



Bersungut-sungut seorang wanita muda Jepang keluar dari pintu bangunan masjid. Cuaca Tokyo yang dingin tak urung membuat wajahnya tampak memerah. Sesekali tangannya membetulkan penutup kepala berupa scraf yang terlihat bergeser, dengan mimik wajah tampak kesal. Saya yang berdiri beberapa jarak darinya, secara tidak sengaja menangkap umpatan dari mulut wanita tersebut. "Mou Islam shinjirarenai! Tasukeai kuseni, uso jan! (Islam tidak bisa dipercaya, selalu bicaranya saling menolong, ternyata bohong!)." Sekilas ia memandang ke arah saya lalu kembali berkata, "Islam tak bisa dipercaya!"

Kaget bercampur tak mengerti ujung masalahnya, sebisa mungkin saya berusaha menyapa wanita tersebut. Mencoba mengulik apa masalah yang sedang dihadapi. Wanita tersebut diam mematung sejenak. Berdiri di hadapan saya sambil memandang tajam. Kikuk dengan tatapannya, saya berusaha sedapat mungkin mencairkan suasana dengan berkenalan, menyebutkan nama dan negara asal. "Jika ada yang bisa dibantu, Insya Allah saya akan ikut menolong, " kalimat tersebut akhirnya keluar dari mulut, dalam kikuk. Entah kenapa, wanita Jepang dihadapan tiba-tiba menangis "Saya berIslam untuk bahagia, bukan menderita. Saya datang ke masjid ini untuk mencari seseorang...." Ucapnya lirih disela isakan tangis.

Memilih Islam adalah pilihan wanita Jepang tersebut sesaat sebelum menikah dengan seorang pria beda negara, yang beragama Islam. Ia begitu percaya bahwa pria muslim tersebut akan membawanya kearah kebahagiaan dunia akhirat. Tak disangka, pernikahan justru membuatnya jatuh ke dalam lubang yang digalinya sendiri. Suami yang mengaku Islam, ternyata tidak pernah melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim. Jangankan sholat ataupun puasa Ramadhan, memberi nafkah penghidupan bagi isteripun tidak pernah. Hingga ia harus turut bekerja untuk menopang agar dapur 'ngebul' atau sekedar untuk belanja keperluan sendiri. Sampai suatu ketika, ia tersontak kaget mendapatkan seluruh tabungan terkuras habis dengan suami kabur membawa anak semata wayangnya yang masih kecil.

Dalam keadaan panik, ia menghubungi sanak keluarga suami untuk mencari informasi. "Tak mengapa semua tabungan dibawa pergi, asal anak dikembalikan, " ucapnya. Sayang, bukan berita baik yang didapat, sanak keluarga suami malah mencacinya sebagai isteri yang tak baik, ibu yang tak bertanggung jawab tanpa mau mendengarkan penjelasan darinya. "Islam? Apakah itu wajah Islam yang sebenarnya? Suka mencaci, senang menghina, bertengkar, pantas saja banyak yang bilang Islam Teroris!!" Ucapnya memberondong saya dengan pertanyaan dengan penyataan kesal. Diam, saya berusaha meresapi ucapannya.

"Bukan, itu bukan wajah Islam. Islam dan orang Islam tidak bisa disamakan. Islam itu ajaran indah, tapi orang Islam tidak semuanya bisa dikatakan indah, tergantung akhlaknya." kalimat tersebut terucap dari mulut saya, setelah sejenak berpikir. Wanita muda tadi kembali menatap tajam. "Anda aneh! Seharusnya orang yang berikrar telah Islam ya harus indah seperti ajarannya. Jadi Islam dan orang Islam itu harus sama. Ibarat cermin, pantulannya sama." Kembali wanita itu membantah.

Entah kenapa, hari itu, akhirnya saya menemukan teman diskusi menarik tentang Islam. Wanita yang baru berikrar memeluk Islam 3 tahun lalu, banyak memberikan ‘input’ bagi saya bagaimana orang Islam itu seharusnya. Di akhir obrolan, wanita Jepang tersebut berkata, "Saya mungkin kecewaan terhadap orang Islam, tapi tetap jatuh cinta pada ajaran Islam. Semoga kita bisa menjadi orang Islam yang menjadikan Islam lebih indah." Kami berpisah setelah saling bertukar nomor telpon, disertai janji akan saling berhubungan.

Islam dan orang Islam, beberapa hari ini kata-kata tersebut sering sekali mengelebat dipikiran saya. Terutama yang berhubungan dengan ucapan teman wanita Jepang di depan pintu masjid. Bahwa Orang Islam harus identik dengan ajarannya Islam. Islam adalah agama indah, berarti orang-orang yang di dalamnya harus memiliki hati yang indah. Bagi saya, yang lahir dan di besarkan secara Islam, kalimat tersebut ibarat sindiran berupa panah yang menusuk hati. Sudahkan saya menjadi muslimah yang indah seperti ajaran Islam yang indah? Sudahkan saya seperti cermin yang memantulkan bayangan indah wujud asli? Sudahkan orang-orang disekeliling merasa aman dari lidah ataupun perbuatan saya? Ternyata, masih terlalu banyak hal-hal yang tidak indah ada dalam diri saya. Semakin direnungkan, semakin saya menemukan ketidaksempurnaan akhlak diri yang harus diperbaiki.

Diskusi tak terduga tentang Islam, satu siang di depan Masjid Tokyo membuka pandangan saya. Bahwa merupakan tugas orang Islam untuk memantulkan cahaya Islam dengan indah. Ajaran Islam adalah ruh, sedangkan penampakan luar 'fisik' nya adalah orang Islam itu sendiri. Orang Islam, harus dapat sejalan dengan keindahana ajaran Islam. Keindahan yang tidak hanya dengan mudah keluar dari mulut, tapi ia juga perlu suatu bukti dari tingkah laku.

Untuk wanita Jepang di depan pintu masjid, terima kasih karena telah mengajak berdiskusi secara tidak disengaja. Obrolan satu siang di hari tersebut, semakin menyadarkan diri bahwa Islam itu indah dan akan semakin indah jika didukung oleh akhlak indah si pemilik ruhnya. Alangkah bahagianya jika suatu saat image Islam adalah agama indah berdengung tidak hanya di seantero Jepang, tapi di seluruh dunia. (eramuslim.com)

Popular Posts

Anker's Members :

In Memoriam :