Senin, 27 Oktober 2008

Bersyukur...

Allah SWT berfirman, "Jika kamu sekalian bersyukur, maka Aku (Allah)
akan memberikan tambahan nikmat kepada kamu sekalian".
Dari Yahya bin Ya'la dari Abu Khubab dari Atha' diceritakan bahwa ia
bertemu Aisyah RA bersama Ubaid bin Umair, lalu mengatakan,
"Berikanlah kami berita tentang sesuatu yang paling mengagumkan dari
RasuluLlah SAW yang pernah engkau lihat".


Aisyah menangis lantas menjawab, "Keadaan RasuluLlah yang mana yang
tidak mengagumkan ? di waktu malam Beliau datang kepadaku. Beliau
masuk ke tempat tidur bersamaku sehingga kulitku bersentuhan dengan
kulitnya. Beliau mengatakan, Wahahai putri Abu Bakar, tinggalkanlah
diriku, saya sedang beribadah kepada Tuhanku".
"Saya ingin lebih dekat denganmu". Pintaku. Wanita agung ini lantas
minta izin untuk mengambil gerabah air. Beliau berwudhu dan menuangkan
air begitu banyak. Setelah itu RasuluLlah SAW berdiri dan mengerjakan
shalat. Beliau menangis sehingga air matanya bercucuran sampai ke
dadanya. Beliau ruku', sujud, dan mengangkat kepala dan masih dalam
keadaan menangis. Beliau selalu seperti itu sampai Bilal datang,
kemudian menyerukan azan untuk mengerjakan shalat. Aku bertanya
kepada RasuluLlah SAW, "Ya RasuluLlah SAW, apa yang membuatmu
menangis, padahal Allah SWT telah mengampuni dosamu baik yang telah
lalu maupun yang akan datang ?"
Beliau menjawab, "Apakah saya tidak boleh menjadi hamba yang
bersyukur. Kenapa saya tidak berbuat yang demikian, sedangkan Allah
SWT menurunkan kepadaku ayat :
Inna fii khalqissamaawaati……sesungguhnya tentang kejadian langit dan
bumi, perbedaan siang dan malam , kapal yang berlayar di lautan
(membawa) barang yang berfaedah bagi manusia, hujan yang diturunkan
dari langit, lalu dihidupkan-Nya dengan air tersebut bumi yang telah
mati, berkeliaran di atasnya tiap-tiap yang melata, angin yang bertiup
dan awan yang terbentang antara langit dan bumi, sesungguhnya semua
itu merupakan ayat-ayat bagi orang yang berfikir. (QS Al-Baqarah 164).

Atas pandangan ini dapat ditarik pengertian bahwa Allah SWT selalu
bersyukur, artinya Allah SWT akan membalas hamba-Nya yang bersyukur.
Pembalasan ini dinamakan syukur sebagaimana firman Allah SWT :
Dan pembalasan orang yang berbuat jahat adalah kejahatan yang
setimpal. (QS. Asy-Syura 40)
Menurut satu pendapat, bersyukurnya Allah SWT adalah memberikan pahala
atas perbuatan pelakunya sebagaimana ungkapan bahwa hewan yang
bersyukur adalah hewan yang gemuk karena selalu diberi makan. Hal ini
dapat dikatakan bahwasanya hakikat syukur adalah memuji yang
memberikan kenikmatan dengan mengingat kebaikannya. Bersyukurnya hamba
kepada Allah SWT adalah memuji-Nya dengan mengingat kebaikan-Nya.
Sedangkan syukurnya Allah SWT kepada hambanya bearti Allah SWT memuji
kepadanya dengan mengingat kebaikannya. Perbuatan baik hamba adalah
ta'at kepada Allah SWT sedangkann perbuatan baik Allah SWT terhadap
hambanya adalah memberikan kenikmatan dengan memberikan pertolongan
sebagai tanda syukur. Hakikat syukur bagi hamba adalah ucapan lisan
dan pengakuan hati terhadap kenikmatan yang telah diberikan oleh Tuhan.
Syukur terbagi menjadi tiga, Pertama syukur dengan lisan. Yakni
mengakui kenikmatan yang telah diberikan oleh Allah SWT dengan sikap
merendahkan diri. Kedua, syukur dengan badan, yakni bersikap selalu
sepakat dan melayani (mengabdi) kepada Allah SWT dengan konsisten
menjaga keagungan-Nya. Syukur lisan adalah syukurnya orang berilmu,
ini dapat direalisasikan dengan bentuk ucapan. Syukur dengan badan
adalah syukurnya ahli ibadah. Ini dapat direalisasikan dengan bentuuk
perbuatan. Syukur dengan hati adalah syukurnya orang ahli ma'rifat.
Ini dapat direalisasikan dengan semua hal ihwal hanya untuk Allah
secara konsisten.
Menurut Abu Bakar Al-Waraq, yang dimaksud mensyukuri nikmat adalah
memperhatikan pemberian dan menjaga kehormatan. Menurut Hamdun
Al-Qashar yang dimaksud mensyukuri nikmat adalah memperhatikan dirinya
meskipun tidak diundang. Menurut Al-Junaid, yang dimaksud syukur
adalah sebab, karena dia mencari dirinya yang telah memperoleh
kelebihan. Dia selalu menghadap Allah SWT karena memperoleh bagian
dirinya. Menurut Abu Utsman, yang dimaksud syukur adalah mengetahui
kelemahan syukur itu sendiri.
Ada yang berpendapat, bahwa syukur di atas syukur adalah lebih
sempurna dari syukur itu sendiri. Artinya kita harus memperhatikan
syukur karena merasa telah mendapatkan pertolongan dari Allah SWT
berupa kenikmatan. Kita bersyukur di atas syukur dan bersyukur di atas
syukurnya syukur sampai kepada sesuatu yang tidak ada puncaknya.
Menurut yang lain, yang dimaksud syukur adalah menyandarkan berbagai
kenikmatan kepada Allah SWT dengan sikap merendah diri. Menurut
Al-Junaid yang dimaksud syukur adalah tidak menganggap dirinya sendiri
sebagai pemilik kenikmatan. Sedangkan menurut Ruwaim, yang dimaksud
syukur adalah melepaskan kemampuan, merasa semua itu adalah pemberian
Allah bukan atas usahanya sendiri.
Menurut satu pendapat, yang dimaksud syakir orang yang bersyukur
adalah orang yang mensyukuri sesuatu yang ada. Sedangkan yang
dimaksud syakur (orang yang ahli bersyukur) adalah orang yang ahli
mensyukuri sesuatu yang tidak ada. Menurut pendapat yang lain, yang
dimaksud syakir adalah orang yang mensyukuri pemberian, sedangkan yang
dimaksud syakur adalah orang yang mensyukuri penolakan. Menurut
sebagian ulama, yang dimaksud syakir adlah orang yang mensyukuri
pencegahan. Menurut sebagian yang lain lagi, yang dimaksud syakir
adalah orang yang mensyukuri pemberian, dan yang dimaksud syakur
adalah orang yang mensyukuri cobaan. Menurut sebagian ulama, yang
dimaksud syakir adalah orang yang mensyukuri kemurahan, sedang yang
dimaksud syakur adalah orang yang mensyukuri penangguhan.
Al-Junaid berkata, "saya bermain di depan Syaikh Sarry As-Saqathi
ketika aku berumur tujuh tahun. Di hadapannya terdapat sekelompok
orang yang sedang membicarakan syukur. Dia mengatakan kepadaku, "Wahai
anak kecil, apa itu syukur ?" Saya menjawab, `Tidak mempergunakan
nikmat untuk bermaksiyat kepada Allah SWT'. Beliau mengatakan,
"Lisanmu hampir saja mendapatkan bagian dari Allah SWT". Kemudian
Al-Junaid berkata, `saya selalu menangis apabila mengingat kata-kata
yang diucapkan oleh Sariy'".
Menurut As-Syibly, yang dimaksud syukur adalah memperhatikan Dzat yang
memberikan kenikmatan, bukan kepada kenikmatan-Nya. Menurut satu
pendapat, yang dimaksud syukur adalah mengatur sesuatu yang telah ada
mencari sesuatu yang belum ada. Menurut Abu Utsman, yang dimaksud
syukur orang awam adalah orang yang bersyukur kepada yang memberikan
makanan dan pakain. Sedangkan yang dimaksud syukurnya orang khawash
adalah orang yang bersyukur kepada sesuatu yang terlintas di dalam hati.
Menurut satu ungkapan, Nabi Dawud AS pernah mengatakan, "Yaa Tuhan,
bagaimana saya bersyukur kepada-Mu sedangkan syukurku kepada-Mu adalah
ni'mat darimu." Maka Allah SWT menurunkan wahyu kepadanya :"Dawud
sekarang Engkau telah bersyukur kepada-Ku".
Demikian juga yang terjadi pada Nabi Musa AS ketika bermunajat kepada
Allah, "Yaa Allah Engkau telah menciptakan Nabi Adam dengan
kekuasaan-Mu dan berbuat demikian…demikian… . Bagaimana tentang
syukurku ?" Allah SWT berfirman, "Adam mengetahui hal-hal itu dari-Ku.
Oleh karena itu kema'rifatannya merupakan syukur kepada-Ku".
Menurut satu cerita, seorang laki-laki memasuki rumah Sahal bin
AbduLlah. Dia mengadukan sesuatu kepadanya, "Sesungguhnya seorang
pencuri telah memasuki rumahku dan mengambil barang daganganku."
Setelah itu pencuri mengatakan, "Bersyukurlah kepada Allah SWT.
Seandainya ada pencuri memasuki hatimu, sedang ia adalah setan
kemudian ia merusak tauhidmu, apa yang harus kau kerjakan ?"
Menurut satu pendapat, yang dimaksud syukur kedua mata adalah menutupi
cacatnya teman yang pernah kita lihat. Sedangkan yang dimaksud
syukurnya kedua telinga adalah menutupi cacatnya teman yang pernah
kita dengar. Menurut yang lain, yang dimaksud syukur adalah merasa
senang dengan pemberian yang belum pernah didapatkan.
Al-Junaid mengatakan, Syaikh Sariy apabila hendak menolongku dia
bertanya kepadaku. Suatu hari ia bertanya kepadaku, "Wahai Abul Qasim,
apa syukur itu ?"
"Jangan meminta pertolongan agar mendapatkan kenikmatan dari Allah SWT" .
"Dari mana hal itu kau peroleh ?"
"Dari tempat-tempat pengajianmu"
Menurut satu pendapat, Hasan bin Ali pernah metapkan syukur sebagai
rukun. Dia juga pernah mengatakan, "Ya Tuhan Engkau telah memberikan
kenikmatan kepadaku, tetapi Engkau tidak mendapati diriku sebagai
orang yang bersyukur. Engkau telah memeberikan cobaan kepadaku, namun
Engkau tidak mendapati diriku sebagai orang yang sabar. Engkau tidak
pernah menghilangkan kenikmatan hanya disebabkan tidak adanya syukur
dan Engkau tidak pernah menimpakan kesusahan disebabkan tidak adanya
sabar. Ya Tuhan tiada Dzat Yang Maha Mulia kecuali kemuliaan-Mu" .
Sebagian ulama mengatakan, "apabila engkau perpendek tanganmu untuk
menghindari balasan, maka panjangkanlah lisanmu dengan bersyukur".
Menurut satu pendapat, ada empat perbuatan yang tidak menghasilkan
buah. Pertama, orang tuli yang berbicara. Kedua, orang yang memberikan
kenikmatan kepada orang yang tidak pernah bersyukur. Tiga, orang yang
menanam biji-bijian di tanah yang keras. Ke empat, orang yang
menyalakan lampu di tengah sinar matahari".
Ketika Nabi Idris AS diberi ampunan, Beliau bertanya tentag kehidupan.
Beliau kemudian balik ditanya oleh malaikat, "Untuk apa?".
"Untuk mensyukurinya, karena sebelumnya saya tidak pernah berbuat
untuk mendapatkan ampunan".
Setelah itu Malaikat menurunkan sayapnya dan membawa Nabi Idris AS ke
langit.
Dalam cerita yang lain dijelaskan salah seorang dari para Nabi
menemukan batu kecil yang mengeluarkan air begitu banyak. Dia sangat
mengaguminya. Maka kemudian Allah SWT memberikan kemampuan kepada batu
tersebut untuk berbicara.
"Saya pernah mendengar Allah SWT berfirman, "Takutlah kepada api
neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan bebatuan". (QS.
Al-baqarah 24).
"Saya (batu) menangis karena takut kepada Allah SWT". Kata sang batu.
Nabi tersebut kemudian mendoakan agar Allah SWT menyelamatkan batu
itu. Setelah itu Allah SWT menurunkan wahyu kepada sang Nabi, "Aku
telah menyelamatkan batu itu dari api neraka".
Sang Nabi kemudian pergi. Dan setelah kembali dia melihat air masih
memancar dari batu tersebut, karenanya sang Nabi merasa heran. Allah
SWT kembali memberikan kemampuan kepada batu tersebut untuk berbicara.
Maka Nabi lantas bertanya, "Mengapa engkau masih menangis ?"
"Allah SWT telah mengampuniku. " Jawab sang batu.
Nabi itu kemudian berkata seraya pergi, "Yang pertama ia menangis
karena berduka cita dan takut, sedangkan yang kedua ia menangis karena
bersyukur dan bahagia".
Menurut satu pendapat, yang dimaksud orang yang mensyukuri kelebihan
adalah orang yang mendapatkan kenikmatan. Allah SWT berfirman, "Jika
kamu bersyukur maka Aku Allah akan memberikan tambahan kepada kamu
sekalian". (QS Ibrahim 7).
Sedangkan yang dimaksud orang yang bersabar adalah orang yang
mendapatkan cobaan. Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya Allah beserta
orang-orang yang sabar" (QS. Al-Anfal 46).
Sekelompok orang datang kepada Umar bin Abdul Aziz. Diantara mereka
terdapat seorang pemuda yang sedang berpidato. Umar bin Abdul Aziz
berkata, "Hindarilah kesombongan" .
Dijawab, "Seandainya urusan ini dikaitkan dengan umur, maka tentu
diantara orang-orang Islam terdapat orang yang lebih berhak memegang
jabatan khalifah," Jawab sang pemuda.
"Bicaralah".
"Kami bukan utusan raghbah (para pecinta) dan bukan pula termasuk
rahbah (orang-orang yang takut kepada Allah). Yang dimaksud raghbah
adalah orang-orang yang mendapatkan keutamaan, sedang yang dimaksud
rahbah adalah orang yang mendapatkan keadilan."
"Siapa kalian sebenarnya? ". Tanya khalifah Umar bin Abdul Aziz.
"Kami adalah utusan syukur. Kami datang ke sini untuk bersyukur dan
berpaling".

Menurut satu pendapat, Allah SWT menurunkan wahyu kepada Nabi Musa AS
"Kasihanilah hamba-hamba- Ku yang mendapatkan cobaan dan keselamatan" .
"Bagaimana halnya dengan orang-orang yang selamat ?" Tanya Musa AS.
"karena sedikitnya mereka bersyukur terhadap keselamatan yang telah
Kuberikan ."Jawab Allah.
Menurut pendapat yang lain, memuji ditujukan kepada jiwa, sedangkan
syukur ditujukan kepada kenikmatan panca indera. Menurut sebagian
ulama, memuji adalah permulaan dan bersyukur adalah tebusan. Dalam
hadits sahih disebutkan bahwasanya permulaan orang yang dipanggil ke
surga adalah orang-orang yang memuji Allah SWT dalam segala hal.
Menurut sebagian yang lain memuji Allah SWT ditujukan kepada sesuatu
yang diberikan, sedangkan syukur ditujukan kepada sesuatu yang dikerjakan

0 comments:

Posting Komentar

komentar anda sangat kami harapkan :