Minggu, 16 November 2008

Kisah - kisah Taubat

Awan yang Mengikuti Orang Bertaubat

Diriwayatkan bahwa seorang tukang jagal (penyembelih binatang)
terpesona kepada budak tetangganya. Suatu saat gadis itu mendapat
tugas menyelesaikan urusan keluarganya di desa lain. Si tukang jagal
lalu mengikutinya dari belakang sampai akhirnya berhasil
mendapatkannya. Si tukang jagal lalu memanggil gadis itu dan
mengajaknya menikmati kesempatan langka dan indah itu. Tetapi gadis
itu menjawab, "Jangan lakukan. Meskipun aku sangat mencintaimu, tetapi
aku sangat takut kepada Allah".

Mendengar jawaban itu, si tukang jagal merasa dunia berputar. Karena
menyesal dan sadar, hatinya gemetar, tenggorokannya kering dan hatinya
semakin berdebar, dia lalu berkata, "Kau takut kepada Allah sedangkan
aku tidak".

Dia pulang sambil bertaubat. Ketika berada di jalan ia diserang rasa
haus dan nyaris mati. Ia kemudian bertemu dengan seorang yang sholeh
dan mereka berjalan bersama. Mereka melihat gumpalan awan berjalan
menaungi mereka berdua, sampai mereka masuk ke sebuah desa. Mereka
berdua yakin bahwa awan itu untuk orang yang sholeh. Kemudian mereka
berpisah di desa tersebut. Awan itu ternyata condong dan terus
menaungi si tukang jagal sampai dia tiba di rumahnya. Orang sholeh
tadi heran melihat kenyataan ini. Dia lalu mengikuti tukang jagal tadi
lantas bertanya kepadanya dan dijawabnya pula di tempat itu. Maka
laki-laki sholeh itu berkata, "Janganlah heran terhadap apa yang kau
lihat, karena orang yang bertaubat kepada Allah itu berada di suatu
tempat yang tak seorang pun berada di situ".

Pendeta yang Insaf

Ibrahim Al Khawas ialah seorang wali Allah yang terkenal keramat dan
dimakbulkan segala doanya oleh Allah. Beliau pernah menceritakan suatu
peristiwa yang pernah dialaminya. Katanya, "Menurut kebiasaanku, aku
keluar menziarahi Makkah tanpa kendaraan dan kafilah. Pada suatu
waktu, tiba-tiba aku tersesat dan kemudian aku bertemu dengan seorang
rahib Nasrani (Pendeta Kristian) ". Ketika dia melihatku dia pun
berkata, "Wahai rahib Muslim, bolehkah aku bersahabat denganmu?".

Ibrahim segera menjawab, "Ya, tidaklah aku akan menghalangi kehendakmu
itu". Maka berjalanlah Ibrahim bersama dengannya selama tiga hari
tanpa meminta makanan sehingga rahib itu menyatakan rasa laparnya
kepadaku, katanya, "Tidaklah aku ingin memberitahukan padamu bahwa aku
telah menderita kelaparan. Karena itu berilah aku sesuatu makanan yang
ada padamu".

Mendengar permintaan rahib itu, lantas Ibrahim pun memohon kepada
Allah dengan berkata, "Wahai Tuhanku, Pemimpinku, Pemerintahku,
janganlah engkau mempermalukan aku di hadapan seteru engkau ini".

Belum selesai Ibrahim berdoa, tiba-tiba turunlah hidangan dari langit
berisi dua keping roti, air minum, daging masak dan tamar. Maka mereka
pun makan dan minum bersama-sama. Sesudah itu aku pun meneruskan
perjalananku. Setelah tiga hari tanpa makanan dan minuman, dikala
pagi, aku pun berkata kepada rahib itu, "Hai rahib Nasrani, berikanlah
kepadaku sesuatu makanan yang ada padamu". Rahib itu menghadap kepada
Allah, tiba-tiba turun hidangan dari langit seperti yang diturunkan
kepadaku dulu".

Sambung Ibrahim lagi, tatkala aku melihat yang demikian itu, maka aku
pun berkata kepada rahib itu "Demi kemuliaan dan ketinggian Allah,
tiadalah aku makan sehingga engkau memberitahukan (hal ini) kepadaku".
Jawab rahib itu, "Hai Ibrahim, tatkala aku bersahabat denganmu, maka
aku mengenal kemuliaanmu, lalu akupun memeluk agama engkau.
Sesungguhnya aku telah membuang-buang masa di dalam kesesatan dan
sekarang aku telah mendekati Allah dan berpegang kepadaNya. Dengan
kemuliaan engkau, tiadalah Allah mempermalukan aku. Maka terjadilah
kejadian yang engkau lihat sekarang ini. Aku telah mengucapkan seperti
ucapanmu (kalimah Syahadah)".

"Maka gembiralah aku setelah mendengar jawaban rahib itu. Kemudian aku
pun meneruskan perjalanan sehingga sampai di Makkah Al Mukarramah.
Setelah kami mengerjakan haji, maka kami tinggal dua tiga hari lagi di
tanah suci itu. Suatu ketika, rahib itu tidak kelihatan olehku, lalu
aku mencarinya di Masjidil Haram, tiba-tiba aku mendapatinya sedang
bersembahyang di sisi Ka'bah". Setelah rahib itu selesai bersembahyang
maka dia pun berkata, "Hai Ibrahim, sesungguhnya sudah dekat
perjumpaanku dengan Allah, maka jagalah olehmu persahabatan dan
persaudaraanku denganmu".

Setelah dia berkata begitu, tiba-tiba dia menghembuskan nafas
terakhirnya. Seterusnya Ibrahim menceritakan, "Maka aku merasa amat
berduka atas kepergiannya. Aku segera mengurus jenazahnya dan
pemakamannya. Ketika tidur aku bermimpi melihat rahib itu dalam
keadaan yang begitu elok sekali tubuhnya, dihiasi dengan pakaian
sutera yang indah". Melihat hal itu, Ibrahim pun terus bertanya,
"Bukankah engkau sahabatku, apakah yang telah dilakukan oleh Allah
terhadap engkau?".

Dia menjawab, "Aku berjumpa dengan Allah dengan dosa yang banyak,
tetapi dimaafkan dan diampuniNya semua itu karena aku berprasangka
baik kepadaNya dan Dia menjadikan aku seolah-olah bersahabat dengan
engkau di dunia dan bertetangga dengan engkau di akhirat".

Begitulah persahabatan diantara dua orang yang berpengetahuan dan
beragama sehingga memperoleh hasil yang baik. Walaupun orang tersebut
dulunya beragama lain, tetapi berkat keikhlasan dan pengabdiannya
kepada Allah, dia ditunjukkan pada agama Islam dan bisa mendalami
ajaran-ajarannya" .

Taubat Nabi Adam a.s.

Tahukah saudara semenjak Nabi Adam dikeluarkan dari syurga akibat tipu
daya iblis, beliau menangis selama 300 tahun. Nabi Adam tidak
mengangkat kepalanya ke langit karena terlanjur malu kepada Allah SWT.
Beliau sujud di atas gunung selama seratus tahun. Kemudian menangis
lagi sehingga air matanya mengalir di jurang Serantip.

Dari air mata Nabi Adam itulah Allah menumbuhkan pohon kayu manis dan
pohon cengkeh. Beberapa ekor burung telah meminum air mata beliau.
Burung itu berkata, "Sedap sekali air ini". Terdengar Nabi Adam oleh
kata-kata burung tersebut. Beliau menyangka burung itu sengaja
mengejeknya karena perbuatan durhakanya kepada Allah. Hal ini membuat
Nabi Adam semakin hebat menangis.

Akhirnya Allah menyampaikan wahyu kepada Nabi Adam "Hai Adam,
sesungguhnya Aku belum pernah menciptakan air minum yang lebih lezat
dan lebih hebat dari air mata taubatmu itu".
Allah Maha Pengampun

Di zaman Nabi Musa ada seorang fasik yang suka melakukan kejahatan.
Penduduk negeri tersebut tidak mampu lagi mencegah perbuatannya, lalu
mereka berdoa kepada Allah. Maka Allah mewahyukan kepada Nabi Musa
supaya mengusir pemuda itu dari negerinya agar penduduknya tidak
ditimpa bencana. Lalu keluarlah pemuda tersebut dari kampunganya dan
sampai di suatu kawasan yang luas, dimana tidak seekor burung atau
manusiapun hidup.

Selang beberapa hari pemuda itu jatuh sakit. Merintihlah ia seorang
diri, lalu berkata: "Wahai Tuhanku, kalaulah ibuku, ayahku dan
isteriku berada di sisiku sudah tentu mereka akan menangis melihat
waktu akan memisahkan aku dengan mereka (mati). Andaikata anak-anakku
ada di sisiku pasti mereka berkata: "Ya Allah, ampunilah ayah kami
yang telah banyak melakukan kejahatan sehingga ia diusir dari
kampungnya ke tanah lapang yang tidak berpenghuni dan keluar dari
dunia menuju akhirat dalam keadaan putus asa dari segala sesuatu
kecuali rahmatMu ya Allah".

Terakhir kali pemuda itu berkata, "Ya Allah, janganlah Engkau putuskan
aku dari rahmatMu, sesungguhnya Engkau Maha Berkuasa terhadap
sesuatu",. Setelah berkata demikian, matilah pemuda itu.

Kemudian Allah mewahyukan kepada Nabi Musa, firmannya, "Pergilah kamu
ke tanah lapang di sana ada seorang waliKu yang telah meninggal.
Mandikan, kafankan dan sembahyangkanlah dia". Setiba di sana Nabi Musa
mendapati yang mati itu adalah pemuda yang diusirnya dahulu. Lalu Nabi
Musa berkata, "Ya Allah, bukankah dia ini pemuda fasik yang Engkau
suruh aku usir dahulu". Allah berfirman, "Benar, Aku kasihan kepadanya
karena rintihan sakitnya dan berjauhan dari keluarganya. Apabila
seseorang yang tidak mempunyai saudara mati, maka semua penghuni
langit dan bumi akan sama menangis karena kasihan kepadanya. Oleh
karena itu bagaimana Aku tidak mengasihaninya sedangkan Aku adalah
Dzat Yang Maha Penyayang di antara penyayang".

Iblis Ingin Bertaubat

Dalam sebuah kitab diterangkan bahwa sesungguhnya Iblis telah berjumpa
dengan Nabi Musa dengan berkata: "Wahai Musa, engkau adalah utusan
Allah SWT dan Dia telah berkata denganmu secara langsung". Kemudian
Nabi Musa berkata: "Memang benar apa yang kau katakan, kamu ini siapa
dan apa yang kamu inginkan dariku?".

Lalu berkata Iblis: "Aku adalah Iblis, Wahai Musa aku mau kamu
menolongku, katakan kepada Tuhanmu bahwa seorang makhlukNya ingin
minta taubat kepadaNya". Lalu Nabi Musa berdoa kepada Allah SWT dan
menyampaikan apa yang diucapkan oleh Iblis, kemudian Allah SWT pun
menurunkan wahyu yang kepada Nabi Musa: "Wahai Musa, katakan padanya
bahwa sesungguhnya Aku berkenan menerima permohonannya, tetapi dengan
syarat dia (Iblis) harus bersujud di kubur Adam, kalau dia mau
bersujud, maka aku akan mengampuni segala dosanya".

Setelah Nabi Musa menerima wahyu dari Allah SWT, maka Nabi Musa pun
segera memberitahukan kepada Iblis tentang apa yang telah Allah
perintahkan. Setelah selesai Nabi Musa memberitahukan segala perintah
Allah SWT maka dengan sombong dan congkak Iblis berkata: "Wahai Musa,
sewaktu Adam hidup di syurga saja aku tidak bersujud, bagaimana aku
hendak sujud padanya sesudah dia mati". Begitulah sifat sombong Iblis
walaupun dia tahu bahwa api neraka itu akan memakannya tapi dia tetap
tidak mau beriman pada Allah SWT.

Dalam sebuah hadist diriwayatkan bahwa sesungguhnya Allah SWT
mengeluarkan Iblis dari neraka setiap seratus tahun sekali, dan
mengeluarkan Adam dari syurga, serta memerintahkan Iblis supaya sujud
kepada Adam. Disebabkan sikap angkuhnya, dia tetap enggan bersujud,
maka dikembalikan Iblis ke dalam neraka.

Malaikat Rahmat dan Malaikat Adzab

Pada zaman dahulu, ada seorang lelaki yang telah membunuh 99 orang.
Dia ingin menjumpai pendeta untuk meminta fatwa supaya dia dapat
bertaubat dari dosanya. Ketika bertemu dengannya, dia pun menerangkan
bahwa dia telah membunuh 99 orang dan bertanya padanya apakah dia
masih mempunyai peluang untuk bertaubat. Pendeta dengan tegas
mengatakan dia tidak bisa bertaubat karena dosanya terlalu banyak.
Lelaki itu mejadi marah dan langsung membunuh pendeta itu,
menjadikannya mangsa yang ke seratus.

Dia masih ingin bertaubat dan terus mencari kalau-kalau ada ulama yang
bisa membantunya. Akhirnya dia berjumpa dengan seorang ulama. Dia
menceritakan bahwa dia telah membunuh seratus orang dan bertanya
apakah Allah masih menerima taubatnya. Ulama itu menerangkan dia masih
mempunyai harapan untuk bertaubat. Seterusnya dia menyuruh lelaki itu
pergi ke sebuah negeri di mana terdapat sekumpulan `abid (orang
beribadat). Apabila sampai di sana nanti, ulama itu menyuruhnya
tinggal di sana dan beribadat bersama mereka. Ulama itu melarangnya
pulang ke negeri asalnya yang penuh dengan kemaksiatan.

Lelaki itu mengucapkan terima kasih lalu pergi menuju negeri yang
diterangkan oleh ulama tadi. Baru saja sampai setengah perjalanan, dia
jatuh sakit lalu meninggal dunia.

Ketika itu terjadilah perdebatan antara dua malaikat, yaitu Malaikat
Rahmat dan Malaikat Azab. Malaikat Rahmat ingin membawa roh lelaki itu
ke syurga karena pendapat dia adalah orang tersebut adalah baik
lantaran niatnya untuk bertaubat, sementara Malaikat Azab mengatakan
dia mati dalam keadaan su'ul khatimah karena dia telah membunuh
seratus orang dan masih belum mempunyai amal kebajikan sedikitpun.
Mereka saling berebutan dan tidak dapat memutuskan keadaan lelaki itu.

Allah kemudian mengantar seorang malaikat lain berupa manusia untuk
mengadili perdebatan mereka berdua. Dia menyuruh malaikat itu mengukur
jarak tempat kejadian itu dengan kedua-dua tempat, adakah tempat
kejadian itu lebih dekat dengan tempat kebajikan yang akan dituju atau
lebih dekat dengan tempat asalnya yang buruk?. Sekiranya jaraknya
lebih dekat dengan tempat kebajikan, dia milik Malaikat Rahmat.
Sebaliknya apabila jaraknya lebih dekat dengan tempat asalnya, dia
milik Malaikat Azab. Setelah diukur, didapati jarak ke negeri
kebajikan melebihi ukuran sejengkal saja. Lalu roh lelaki itu terus
diambil oleh Malaikat Rahmat. Lelaki itu akhirnya mendapat pengampunan
Allah.

Taubatnya Malik bin Dinar

Diriwayatkan dari Malik bin Dinar, dia pernah ditanya tentang
sebab-sebab dia bertaubat, maka dia berkata: "Aku adalah seorang
polisi dan aku sedang asyik menikmati khamr (arak), kemudian aku beli
seorang budak perempuan dengan harga mahal, maka dia melahirkan
seorang anak perempuan, aku pun menyayanginya. Ketika dia mulai bisa
berjalan, cintaku bertambah padanya. Setiap kali aku meletakkan
minuman keras dihadapanku anak itu datang padaku dan mengambilnya dan
menuangkannya di bajuku, ketika umurnya menginjak dua tahun dia
meninggal dunia, maka aku pun sangat sedih atas musibah ini.

Ketika malam dipertengahan bulan Sya'ban pada malam Jum'at, aku
meneguk khamr lalu tidur belum shalat isya'. Dalam tidur itu aku
bermimpi seakan-akan kiamat itu terjadi, dan terompet sangkakala
ditiup, orang mati dibangkitkan, seluruh makhluk dikumpulkan dan aku
berada bersama mereka, kemudian aku mendengar sesuatu yang bergerak
dibelakangku, ketika aku menoleh ke arahnya kulihat ular yang sangat
besar berwarna hitam kebiru-biruan membuka mulutnya menuju kearahku,
maka aku lari tunggang langgang karena ketakutan, ditengah jalan
kutemui seorang syeikh yang berpakaian putih dengan wangi yang
semerbak, maka aku ucapkan salam atasnya dia pun menjawabnya, dan aku
berkata: "Wahai syeikh, tolong lindungilah aku dari ular ini"!. Maka
syeikh itu menangis dan berkata padaku: "Aku orang yang lemah dan ular
itu lebih kuat dariku dan aku tak mampu mengatasinya, bergegaslah
engkau mudah-mudahan Allah menyelamatkanmu" , maka aku bergegas lari
dan memanjat sebuah tebing Neraka hingga sampai pada ujung tebing itu,
aku lihat kobaran api Neraka yang sangat dahsyat, hampir saja aku
terjatuh kedalamnya karena rasa takutku pada ular itu. Namun pada
waktu itu seorang menjerit memanggil-ku, "Kembalilah engkau karena
engkau bukan penghuni Neraka itu!", aku pun tenang mendengarnya, maka
turunlah aku dari tebing itu dan pulang. Sedang ular yang mengejarku
kembali. Aku datangi syeikh tadi dan aku katakan, "Wahai syeikh, aku
mohon kepadamu agar melindungiku dari ular itu namun engkau tak mampu
berbuat apa-apa". Menangislah syeikh itu seraya berkata, "Aku seorang
yang lemah tetapi pergilah ke gunung itu karena di sana terdapat
banyak simpanan kaum muslimin, kalau engkau punya barang simpanan di
sana maka barang itu akan menolongmu"

Aku melihat ke gunung yang bulat itu yang terbuat dari perak. Di sana
ada setrika yang telah retak dan tirai-tirai yang tergantung yang
setiap lubang cahaya mempunyai daun-daun pintu dari emas dan di setiap
daun pintu itu mempunyai tirai sutera. Ketika aku lihat gunung itu,
aku langsung lari karena aku menemui ular besar, tatkala ular itu
mendekatiku, para malaikat berteriak: "Angkatlah tirai-tirai itu dan
bukalah pintu-pintunya dan mendakilah kesana!" Mudah-mudahan dia punya
barang titipan di sana yang dapat melindunginya dari musuhnya (ular).
Ketika tirai-tirai itu diangkat dan pintu-pintu telah dibuka, ada
beberapa anak dengan wajah berseri mengawasiku dari atas. Ular itu
semakin mendekat padaku maka aku kebingungan, berteriaklah anak-anak
itu: "Celakalah kamu sekalian! Cepatlah naik semuanya karena ular
besar itu telah mendekatinya" . Maka naiklah mereka dengan serentak,
aku lihat anak perempuanku yang telah meninggal ikut mengawasiku
bersama mereka. Ketika dia melihatku, dia menangis dan berkata:
"Ayahku, demi Allah!" Kemudian dia me-lompat bagaikan anak panah yang
dilepaskan, kemudian dia mengulurkan tangan kirinya pada tangan
kananku dan menariknya, kemudian dia ulurkan tangan kanan-nya ke ular
itu, namun binatang tersebut lari.

Kemudian dia mendudukkanku dan dia duduk di pangkuanku, maka aku
pegang tangan kanannya untuk menghelai jenggotku dan berkata: "Wahai
ayahku! Ingatlah Firman Allah yang berbunyi "Belumlah datang waktunya
bagi orang-orang yang beriman untuk menundukkan hati mereka kepada
Allah".(QS. Al Hadid: 16).

Maka aku menangis dan berkata: "Wahai anakku, kalian semua faham
tentang Al Quran", maka dia berkata: "Wahai ayahku, kami lebih tahu
tentang Al Quran darimu", aku berkata: "Ceritakanlah padaku tentang
ular yang ingin membunuhku", dia menjawab: "Itulah pekerjaanmu yang
buruk yang selama ini engkau kerjakan, maka Allah akan memasukkanmu ke
dalam api Neraka", aku berkata: "Ceritakanlah tentang Syeikh yang
berjalan di jalanku itu", dia menjawab: "Wahai ayahku, itulah amal
sholeh yang sedikit hingga tak mampu menolongmu", aku berkata: "Wahai
anakku, apa yang kalian perbuat di gunung itu?", dia menjawab : Kami
adalah anak-anak orang muslimin yang di sini hingga terjadinya kiamat,
kami menunggu kalian hingga datang pada kami kemudian kami memberi
syafa'at kepada kalian". (HR. Muslim dalam shahihnya No. 2635).

Berkata Malik: "Maka akupun takut dan aku tuangkan seluruh minuman
keras itu dan kupecahkan seluruh botol-botol minuman kemudian aku
bertaubat pada Allah, dan inilah cerita tentang taubatku pada Allah".

Taubat Tukang Fitnah

Ada seorang tukang fitnah yang jatuh cinta kepada seorang gadis
tetangganya. Suatu hari, keluarga gadis itu mengutusnya ke kampung
lain untuk suatu keperluan. Mengetahui hal itu si tukang fitnah pun
mengikutinya, lalu melontarkan bujuk rayunya kepada wanita itu.

Gadis itu berkata, "Jangan kau lakukan ini! Sebenarnya cintaku padamu
melebihi cintamu kepada-ku, akan tetapi aku takut kepada Allah SWT".
Laki-laki itu berkata, "Kau takut pada Allah, sementara aku tidak
takut kepadaNya?" Akhirnya laki-laki itu pulang dengan perasaan penuh
tobat kepada Allah SWT. Dalam per-jalanannya ia didera rasa haus yang
mencekik tenggorokannya. Dalam kondisi kritis itu tiba-tiba dia
bertemu dengan utusan dari seorang nabi Bani Israil dan ditanya,
"Mengapa kau ini?".

"Haus," jawabnya. Utusan itu berkata, "Ke sinilah, kita berdoa kepada
Allah agar awan menaungi kita hingga sampai tujuan". Laki-laki tukang
fitnah itu berkata, "Aku tidak mempunyai amal kebajikan". Utusan nabi
itu berkata, "Aku yang berdoa dan engkau tinggal mengamini".

Berdoalah utusan itu dan si tukang fitnah mengaminkannya. Tidak lama
kemudian datang awan menaungi mereka hingga mereka tiba di kampung
tujuan. Setelah sampai, si tukang fitnah memasuki rumahnya, sedangkan
awan itu mengikutinya. Sebelum utusan itu pulang dia berkata, "Engkau
telah mengaku tidak mempunyai amal kebajikan, padahal ketika aku
berdoa dan engkau mengamin kannya, serta merta awan itu menaungi kita,
kemudian aku mengikutimu agar engkau memberitahuku apa sebenarnya yang
telah terjadi denganmu". Lalu tukang fitnah menceritakan kisahnya
kepada utusan itu. Maka berkatalah utusan nabi itu, "Orang bertobat
kepada Allah mendapat kedudukan yang dimana tidak ada seorangpun
menyamai kedudukannya" .

Paku di Tiang

Beberapa waktu yang silam, ada seorang ikhwah yang mempunyai seorang
anak lelaki bernama Mat. Mat membesar menjadi seorang yang lalai
menunaikan seruan agama. Meskipun telah banyak berbuih ajakan dan
nasihat, seruan dan perintah dari ayahnya agar Mat bersembahyang,
puasa, zakat dan lain-lain, dia tetap meninggalkannya. Sebaliknya amal
kejahatan pula yang menjadi rutinitasnya.

Suatu hari seorang ikhwah tersebut memanggil anaknya dan berkata,
"Mat, kau ini sangat lalai dan terlalu banyak berbuat kemungkaran.
Mulai hari ini aku akan tancapkan satu paku ke tiang di tengah halaman
rumah kita. Setiap kali kau berbuat satu kejahatan, maka aku akan
tancapkan satu paku ke tiang ini. Dan setiap kali kau berbuat satu
kebajikan, sebatang paku akan kucabut keluar dari tiang ini". Ayahnya
berbuat seperti mana yang dia janjikan, setiap hari dia akan memukul
beberapa batang paku ke tiang tersebut. Kadang-kadang sampai berpuluh
paku dalam satu hari. Jarang-jarang benar dia mencabut keluar paku
dari tiang.

Hari silih berganti, beberapa purnama berlalu, dari musim hujan
berganti kemarau panjang. Tahun demi tahun beredar. Tiang yang berdiri
megah di halaman kini telah hampir dipenuhi dengan tusukan paku-paku
dari bawah sampai ke atas. Hampir setiap permukaan tiang itu dipenuhi
dengan paku-paku. Ada yang berkarat karena hujan dan panas. Setelah
melihat keadaan tiang yang bersusukan dengan paku-paku yang
menjijikkan tersebut, timbullah rasa malu. Maka dia pun beniat untuk
memperbaiki dirinya. Mulai detik itu, Mat mulai sembahyang. Hari itu
saja lima butir paku dicabut ayahnya dari tiang. Besoknya sembahyang
lagi ditambah dengan sunnah-sunnahnya. Lebih banyak lagi paku
tercabut. Hari berikutnya Mat tinggalkan sisa-sisa maksiat yang
melekat. Maka semakin banyaklah tercabut paku-paku tadi. Hari demi
hari, semakin banyak kebaikan yang Mat lakukan dan semakin banyak
maksiat yang ia tinggalkan, hingga akhirnya hanya tinggal sebatang
paku yang tinggal melekat di tiang.

Maka ayahnya pun memanggil anaknya dan berkata, "Lihatlah anakku, ini
paku terakhir, dan aku akan mencabutnya sekarang. Tidakkah kamu
gembira?" Mat merenung pada tiang tersebut, dia mulai menangis
tersedak-sedak. "Kenapa anakku?" tanya ayahnya, "Aku menyangka kau
gembira karena semua paku-paku tadi telah tiada". Dalam nada yang sayu
Mat mengeluh, "Wahai ayahku, sungguh benar katamu, paku-paku itu telah
tiada, tapi aku bersedih lubang-lubang dari paku itu tetap ada
ditiang, bersama dengan karatnya".

Sesuatu yang dimuliakan, dengan dosa-dosa dan kemungkaran yang
seringkali diulangi hingga akan menjadi suatu kebiasaan, dan kita
mungkin bisa mengatasinya atau secara berangsur-angsur kita dapat
menghapuskannya, tetapi ingatlah bahwa bekas yang ia tinggalkanya
tidak akan hilang. Dari situ, bilamana kita merenungi untuk melakukan
suatu kemungkaran, ataupun sedang berniat melakukan kemungkaran, maka
berhentilah. Karena setiap kali kita bergelimang dalam kemungkaran,
maka kita telah membenamkan sebilah paku lagi yang akan meninggalkan
bekas lubang pada jiwa kita, meskipun paku itu kita cabut kemudiannya.
Apa lagi kalau kita biarkan sampai berkarat dalam diri ini sebelum
dicabut. Lebih-lebih lagilah kalau dibiarkan berkarat dan tak dicabut.

0 comments:

Posting Komentar

komentar anda sangat kami harapkan :